3.
Teori
Behaviorisme dari John Broades Watson
John
B. Watson dilahirkan di Greenvile pada tanggal 09 Januari 1878. John watson
dikenal sebagai pendiri aliran behaviorisme di Amerika Serikat. Ia mempelajari
ilmu filsafat di University of Chicago dan memperoleh gelar Ph.D pada tahun
1903 dengan disertasi berjudul “ Animal Education”.
Watson dikenal sebagai ilmuan yang banyak melakukan penyelidikan tentang
pikologi bintang.
Pada
tahun 1913 di Columbia University, Watson menyampaikan ceramah berjudul " Pychologi a the Behaviourist view
it " Dia
mengklaim bahwa masalahnya adalah penggunaan metode kuno seperti introspeksi,
dan subyek yang tidak tepat. Sebaliknya,
ia mengusulkan gagasan dari studi Tujuan dari perilaku yang disebut
"behaviorisme." Dia melihat psikologi
sebagai studi tentang tindakan masyarakat dengan kemampuan untuk memprediksi
dan mengontrol tindakan tersebut. Ide baru ini dikenal
sebagai teori behavioris.
Watson juga berpendapat bahwa psikologi haru
dipelajari seperti orang mempelajari ilmu pasti atau ilmu alam Dia
mengklaim bahwa masalahnya adalah penggunaan metode kuno seperti introspeksi,
dan subyek yang tidak tepat. Sebaliknya,
ia mengusulkan gagasan dari studi Tujuan dari perilaku yang disebut
"behaviorisme." Dia melihat psikologi
sebagai studi tentang tindakan masyarakat dengan kemampuan untuk memprediksi
dan mengontrol tindakan tersebut. Ide baru ini dikenal sebagai
teori behavioris. Pandangannya behaviorisme dianggap radikal
dan dikenal untuk ekstrim anti mentalism-nya, pengurangan radikal berpikir
untuk respon implisit, dan ketergantungan berat dan agak sederhana pada reaksi
AC.
Peran Watson dalam
bidang pendidikan juga cukup penting. Ia menekankan pentingnya pendidikan dalam
perkembangan tingkah laku. Ia percaya bahwa dengan memberikan kondisionig
tertentu dalam proses pendidikan, maka akan dapat membuat seorang anak
mempunyai sifat-sifat tertentu.
Watson berpendapat bahwa introspeksi
merupakan pendekatan yang tidak ada gunanya. Alasannya adalah jika psikologi
dianggap sebagai suatu ilmu, maka datanya harus dapat diamati dan diukur.
Watson mempertahankan pendapatnya bahwa hanya dengan mempelajari apa yang
dilakukan manusia (perilaku mereka) memungkinkan psikologi menjadi ilmu yang
objektif.
Watson menolak pikiran sebagai subjek
dalam psikologi dan mempertahankan pelaku sebagai subjek psikologi. Khususnya
perilaku yang observabel atau yang berpotensi untuk dapat diamati dengan
berbagai cara baik pada aktivitas manusia dan hewan. Tiga prinsip dalam aliran
behaviorisme:
1)
menekankan respon terkondisi
sebagai elemen atau pembangun pelaku. Kondisi adalah lingkungan external yang
hadir dikehidupan. Perilaku muncul sebagai respon dari kondisi yang
mengelilingi manusia dan hewan.
2)
Perilaku adalah dipelajari
sebagai konsekuensi dari pengaruh lingkungan maka sesungguhnya perilaku
terbentuk karena dipelajari. Lingkungan terdiri dari pengalaman baik masa lalu dan yang baru saja,
materi fisik dan sosial. Lingkungan yang akan memberikan contoh dan individu akan
belajar dari semua itu.
3)
Memusatkan pada perilaku
hewan. Manusia dan hewan sama, jadi mempelajari perilaku hewan dapat digunakan
untuk menjelaskan perilaku manusia.
Teori belajar
behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat
diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui
rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon)
berdasarkan hukum-hukum mekanistik. Stimulans tidak lain adalah lingkungan
belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab
belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik
terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat da
kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).
Teori
belajar S-R (timulus – respon) yang langung ini juga dengan koneksionisme
menurut Thorndike, dan behaviorisme menurut Watson. Teori perubahan perilaku
(belajar) dalam kelompok behaviorime ini memandang manusia sebagai produk
lingkungan. Segala perilaku manusia sebagian besar akibat pengaruh lingkungan
sekitarnya. Lingkunganlah yang membentuk kepribadian manusia. Belajar dalam
teori behaviorisme ini selanjutnya dikatakan sebagai hubungan langsung antara
stimulus yang datang dari luar dengan respon yang ditampilkan oleh individu.
Pada
umumnya teori belajar yang termasuk kedalam keluarga besar ehaviorisme
memandang manusia sebagai organime yang netral-pasif-reaktif terhadap stimuli
di ekitar lingkungannya. Orang akan beraksi jika diberi rangsangan oleh lingkungan
luarnya. Demikian juga jika stimulus dilakukan ecara terus menerus dan dalam
waktu yang cukup lama, akan berakibat berubahnya perilaku individu. Mialnya
dalam hal kepercayaan ebagian masyarakat tentang obat-obatan yang diiklankan di
televisi. Mereka sudah tahu dan terbiaa menggunakan obat-obat tertentu yang
secara gencar ditayangkan medi televisi. Jika orang akit maag maka obatnya
adalah promag, waisan, mylanta, ataupun obat-obatan yang lainnya. Jenis obat
lain tidak pernah gunakan pada penyakit maag tadi, pada mungkin saja ecara
higienis obat yang tidak tertampilkan.
Syarat
terjadinya proses belajar dalam pola hubungan S-R ini adalah dorongan (drive, rangsangan (stimulus) respon, dan penguatan (reinforcement).
Unur yang pertama, dorongan, adalah suatu keinginan dalam diri seorang anak
untuk memenuhi kebutuhan yang sedang dirasakannya. Contohnya seorang anak
merasakan adannya kebutuhan akan teredianya seejumlah uang untuk membeli buku
bacaan tertentu, maka ia terdorong untuk membelinya dengan cara meminta uang
kepada ibunya atau bapaknya. Unsur dorongan ini pada semua orang, mekipun
kadarnya tidak sama, ada yang kuat menggebu, ada yang lemah tidak terlalu
peduli akan terpenuhi atau tidak.
Unsur
berikutnya adalah rangsangan atau stimulus. Unsur ini datang dari luar diri
invididu, dan tentu aja berebeda dengan dorongan tadi yang datangnya dari
dalam. Contoh ransangan antara lain
adalah bau masakan yang lezat, rayuan gombal, dll. Dari adanya rangsangan atau
stimulus ini maka timbul reaksi dipihak sasasran atau komunikasi. Bentuk reaksi
ini bisa macam-macam bergantung pada situasi, kondisi, dan bahkan bentuk dari
rangsangan tadi. Reaksi-reaksi dari seseorang akibat dari adanya rangsangan dari
luar inilah yang disebut dengan respon.
Dalam dunia teori belajar ini respon ini bisa diamati dari luar. Respon ada
yang poitif, dan ada pula yang negatif. Yang poitif disebabkan oleh adanya
ketepatan seseorang melakukakan repons terhadap stimulus yang ada, dan tentunya
yang sesuai dengan yang diharapkan. Sedangkan yang negatif adalah apabila
seseorang memberi justru yang sebaliknya dari yang diharapkan oleh pemberi
rangsangan.
Unsur
yang keempat adalah masalah penguatan (reinforcement).
Unsur ini datangnyadari pihak luar, ditunjukan kepada orang yang merespon.
Apabila repon telah benar, maka diberi penguatan agar individu terebut merasa
adanya kebutuhan untuk melakukan respon eperti tadi lagi. seorang anaka kecil
yang sedang mencoreti buku kepunyaan kakaknya, tiba-tiba dibentak dengan kasar
oleh kakaknya, maka ia bisa terkejut dan bahka bia menderita keguncangan sehingga berakibat buruk pada anak tadi.
Memang anak tadi tidak mencoreti lagi buku lagi, nmun akibat yang paling buruk
kemudian hari adalah bia menjadi trauma untuk mencoreti buku karena takut
bentakan. Itulah pengutan yang alah dari
seorang kakak terhadap adikya yang masih kecil ketika sedang mau menulis buku.
Dengan cara penguatan seperti itu sang anak meraa dilarang menulis.
Ada
tiga kelompok belajar yang sesuai dengan teori belajar behaviorisme ini yaitu
hubungan stimulus –respon (S-R bond),
pembiasaan tanpa penguatan ( conditioning with no reinforcement), dan
pembiasaan denga penguatan (conditioning through reinforcement)
Penekanan
Teori Behaviorisme adalah perubahan tingkah laku setelah terjadi proses belajar
dalam diri siswa. Teori Belajar Behavioristik mengandung banyak variasi dalam
sudut pandangan. Peopor-pelopor pendekata-pendekatan Behavioristik pada
dasarnya berpegang pada keyakinan bahwa banyak perilaku manusia merupakan hasil
suatu proses belajar dan karena itu dapat diubah dengan belajar baru. Baru
berpangkal pada beberapa keyakinan tentang martabat manusia, yang sebagian
bersifat falafah dan sebagian lagi bercorak psikologi yaitu :
1. Manusia
pada dasarnya tidak berakhlak baka atai buruk, bagus atau jelek. Manusia
mempunyai potensi untuk bertingkah laku baik atau buruk, tepat atau salah.
Berdasarkan bakal keturunan atau pembawaan dan berkat interaksi antara bekal
keturunan dan lingkungan, terbentuk pola-pola bertingkah laku yang menjadi
ciri-ciri khas dari kepribadiannya,
2. Manusia
mampu untuk berfleksi atas tingkah lakunya sendiri, menangkap apa yang
dilakukannya, dan mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri.
3. Manusia
mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri pola-pola tingkahlaku yang baru
melalui suatu proses belajar
4. Manusia
dapat mempengaruhi perilaku orang lain dan dirinya pun dipengaruhi oleh
perilaku orang lain
Tidak ada komentar:
Posting Komentar