NAMA :
RISMAWATI
NIM :
105104056
LOKASI :
GEDUNG DH.102,
FAKULTAS
BAHASA DAN SASTRA, UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR.
WAKTU :
PUKUL 07.40 WITA
HARI/TANGGAL : SABTU, 14 APRIL 2012
PEMBICARA : RISMA, ANY, ANTY
PERCAKAPAN
Risma : Adami Fadhil ?
Any :
Dag datang seng itu.
Anty : Manai Fadhil nah ?
Risma : Saya saja barusan cari sama Any.
Anty : Telfonki dulue !
Any :
Yo, SMS dulu Fadhil.
Risma : Sudah kutelfon kemarin tapi dag aktif
nomernya tapi saya miscall nomor lamanya ternyata
aktif
trus dag lama natelfon balikka itu nomor, ternyata Abi yang pegang.
Any :
Apami nabilang ?
Anty : Hu’u, apa nabilang Abi nah ?
Risma : Kan waktu kuangkat toh langsungka bilang, di manako Fadhil ?
Padahal kutauji bilang Abi itu.
Any :
Trus apami nabilang ?
Risma : Bilangi, bukan Fadhil ini, jadi bilangka, sapaji paeng ?
Trus bilangi, dengan Anca.
Jadi bilangma, ohh mana Fadhil ?
Baru masa’ toh bilangi, di rumahnya.
Mdede, ihh malasku.
Anty : Kenapa bede’ tidak aktif nomornya ?
Risma : Nalupa bede’ di Alauddin hapenya.
Any :
Jadi sebenarnya kenapa ini Fadhil sudah 2 hari dag ngampus na maumi lagi masuk
dosen na
belumpi lagi datang ?
Risma : Kalo nabilang Abi waktu natelfonka, ada bede’ urusan
keluarganya tp dag taumi urusan apa
itu.
Any :
Aoo, haha curigama saya.
Anty : Aih, gappaya menikahmi Fadhil iyya baru dag bilang-bilang
tongi ?
Risma : Itu tommi yang ada di pikiranku saya ka nabilang Abi, ada
urusan keluarga jadi pikiranku
langsungmi mengarah ke situ, haha.
Any :
Iyo nah, menikah betulanmi itu anak.
Anty : Matimija dag na undang-undangmaki.
Risma : Bah, dag mau tawwa diganggu.
Any :
Eh..ehh sudahmi ada bapak .
ANALISIS
PERCAKAPAN
1. Teori Ferdinand De Saussure
Pada percakapan di atas, dapat
dianalisis dengan menggunakan Teori Ferdinand De Saussure. De Saussure menyatakan
bahwa perilaku bertutur atau tindak tutur sebagai suatu rangkaian hubungan
antara dua orang atau lebih, seperti antara A dengan B. Perilaku bertutur ini
terdiri dari dua bagian, yaitu bagian-luar dan bagian-dalam. Bagian-luar
dibatasi dengan mulut dan telinga, sedangkan bagian-dalam dibatasi oleh jiwa
atau akal yang terdapat dalam otak pembicara dan pendengar. Jika Risma
berbicara maka Any dan Anty menjadi pendengar dan begitu pula sebaliknya. Yaitu
apa yang di kemukakan oleh Risma merupakan suatu konsep yang diberikan kepada
Any dan Anty yang kemudian membuat Any dan Anty mengerti dengan apa yang
dikemukakan oleh Risma.
Di
dalam otak penutur A terdapat konsep-konsep atau fakta-fakta mental yang
dihubungkan dengan bunyi-bunyi linguistik sebagai perwujudan yang digunakan
untuk melahirkan atau mengeluarkan konsep-konsep tersebut. Baik konsep maupun
imaji bunyi itu terletak dalam satu tempat yaitu dipusat penghubung yang berada
di otak. Jika penutur A ingin mengemukakan sebuah konsep itu ‘’ membukakan’’
pintu kepada perwujudannya yang berupa imaji bunyi yang masih berada dalam otak
dan merupakan fenomena psikologis. Kemudian dengan terbukanya pintu imaji bunyi
ini, otak pun mengirim satu implus yang sama dengan imaji bunyi itu kepada
alat-alat ucap yang mengeluarkan bunyi , dan ini merupakan fenomena psikologis.
Misalnya, pada percakapan diatas, gelombang bunyi itu bergerak dari mulut Risma
kemudian melewati udara ke telinga Any dan Anty yang merupakan proses fisik . Dari
telinga Any dan Anty gelombang bunyi bergerak terus masuk ke otak Any dan Anty
dalam implus. Lalu terjadilah proses psikologis yang menghubungkan imaji bunyi
ini dengan konsep yang sama, seperti yang ada dalam otak pembicara
pertama atau A pada percakapan ini yaitu Risma. Apabila Pembicara kedua Any dan
berbicara dengan Risma dan Anty sebagai pendengar, maka proses yang sama akan
terjadi pula, yaitu antara Any dengan Risma dan Anty.
Selanjutnya,
De saussure membedakan atara parole, langue,dan langage. Ketiganya bisa
dipadankan dengan kata “bahasa” dalam bahasa Indonesia, tetapi dengan
pengertian yang berbeda. Dalam percakapan diatas, hanya memakai parole. Yaitu,
bahasa yang konkret yang keluar dari mulut seorang pembicara, jadi karena
sifatnya yang konkret maka parole itu didengar.
2. Teori Leonard Bloomfield
Leonard
Bloomfield adalah penganut paham behaviorisme yang menerangkan makna semantik
dengan menggunakan rumus-rumus behaviourisme tersebut. Unsur-unsur linguistik
diterangkannya berdasarkan distribusi unsur-unsur tersebut di dalam lingkungan
unsur-unsur itu. Distribusi dapat diamati secara langsung sedangkan makna tidak
dapat.
Teori Leonard
Bloomfield hanya mengkaji bagian ketika bunyi-bunyi atau suara mulai
dikeluarkan dari mulut sang pembicara. Seperti pada penggalan percakapan di
atas, Risma bertanya kepada Any, “adami Fadhil ?”, kemudian Any menjawab, “dag
datang seng itu”. Perilaku Risma ketika bertanya kepada Any merupakan suatu
respon dari stimulus ketika melihat Any. Risma lalu menghasilkan bunyi-bunyian
ketika bertanya kepada Any. Perilaku Any ketika mendengarkan bunyi-bunyian atau
suara yang dikeluarkan oleh Risma merupakan stimulus di dalam otak Any. Hal
tersebut disebabkan karena dapat diamati dan diobservasi secara konkret.
Bloomfield yang menganut paham behaviourisme mengganggap bahwa perilaku dalam
bertuturlah yang menjadi bagian penting dalam kajian linguistik.
3. Teori John Rupert Firth
Menurut
Firth, kajian linguistik yang paling
penting adalah konteks. Dalam teori Firth terdapat konteks fonologi, morfologi,
leksikon, dan situasi. Akan tetapi, Firth lebih memusatkan perhatian hanya pada
tingkatan fonetik dan tingkatan semantik. Misalnya, pada percakapan di atas, Risma
mengatakan,” Saya saja barusan cari sama Any”, tentu akan sangat membingungkan pada saat kata
sama tersebut berdiri sendiri. Kata sama pada percakapan tersebut dapat menimbulkan makna-makna
yang berlainan. Maka untuk menjelaskannya, kita dapat melangkah ke tingkat yang
lebih tinggi yaitu tingkatan sintaksis. Dalam konteks sintaksis, kata sama
ini akan dirangkaian dalam sebuah kalimat ataupun wacana lisan seperti
percakapan di atas. Jika kata sama
itu dihubungkan dengan kalimat pernyataan sebelumnya, maka dengan mudah akan
diketahui bahwa sama itu mengandung pengertian bersama dengan Any yang mencari
Fadhil pada saat itu. Dalam hal ini, karena wacana yang digunakan adalah wacana
lisan, maka dapat diterima jika terdapat banyak kata-kata ataupun
kalimat-kalimat yang tidak lengkap tetapi dapat dimengerti antara pembicara dan
pendengar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar