TUGAS 1
1.
Apakah bahasa mempengaruhi
perilaku?
Iya.
Perilaku adalah tanggapan
atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Sedangkan bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang
digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan
mengidentifikasikan diri.
Pemahaman
mengenai hakikat bahasa, akan lebih memperjelas mengenai bahasa yang
mempengaruhi perilaku. Dari hakikat bahasa beberapa defenisi berbeda-beda. Ada
yang menitikberatkan komunikasi, ada
yang mengutamakan sistematika, ada
yang menitikberatkan alat, dan ada
juga yang lebih meminati bahasa sebagai suatu kesemestaan dari data-data yang
teramati secara sistematik. Kalau diringkaskan hakikat bahasa itu sebagai
berikut:
a.
Bahasa itu Sistematik
Sistematik berarti mempunyai aturan atau pola. Pada setiap
bahasa, aturan ini bisa terlihat dalam dua hal yaitu: (1) sistem bunyi dan (2)
sistem makna. Hanya bunyi-bunyi tertentulah yang bisa dipakai, digabungkan
dengan bunyi lainnya untuk membentuk satu kata sebagai simbol dari satu acuan atau rujukan (referent). Dalam bahasa Indonesia kita
bisa menggabungkan bunyi-bunyi hingga terbentuklah kata pengelolaan misalnya, tapi tidaklah mungkin gabungan seperti pada klmaosgtwz. Yang pertama tadi bisa
diterima karena memang sesuai dengan sistem bunyi bahasa Indonesia, sedangkan
yang kedua tidak sesuai. Seandainya bahasa itu tidak sistematik maka bahasa itu
tak akan pernah ada, tak punya arti, tak dapat diberi pemerian, hanyalah
sesuatu yang kacau tak karuan.
b.
Bahasa itu Manasuka
Arbitrery berarti selected at random and without reason, dipilih secara acak tanpa
alasan. Ringkasnya, manasuka berarti seenaknya, asal bunyi, tidak ada hubungan
logis dengan kata-kata sebagai simbol dengan yang disimbolkannya. Contoh
manasuka tersebut terbukti antara rangkaian bunyi-bunyi dengan makna yang
dikandungnya. Mengapa bahan bakar sepeda motor itu kita sebut bensin tidak kecap. Binatang tertentu di Indonesia disebut anjing, di Inggris dog,
di Mekah kalbun, di Mardid perro. Itulah manasuka! Memang betul ada
beberapa kosakata tertentu yang sesuai dengan sifat-sifat bendanya. Dari contoh
di atas maka dapatlah dikatakan bahwa: bahasa
itu manasuka yaitu bahasa itu sosial konvensional dan bahasa itu arbitrertapi
juga non-arbitrer.
c.
Bahasa itu Ucapan/Vokal
Bahasa itu ujaran berarti bahwa media bahasa yang terpenting
adalah dengan bunyi-bunyi, bagaimanapun sempurna dan modernnya media tulisan.
Kita bisa berbicara tanpamenulis, tapi kita tidak bisa menulis tanpa berbicara
(pada diri sendiri paling tidak). Jadi sistem
tulisan berfungsi sebagai pelestarian ujaran bukannya mengatur ujaran.
Karena fungsi pelestari ujaran inilah maka bahasa disebut sebagai alat
pelestari kebudayaan manusia.
d.
Bahasa itu Simbol
Simbol mengacu kepada sesuatu obyek dan hubungan antara
simbol dengan obyek itu bersifat manasuka, sedangkan hubungan tanda dengan acuannya tidak manasuka. Simbol
adalah sejenis tanda juga, namun tidak semua tanda adalah simbol. Anggukan
kepala bersifat manasuka jadi ini simbol. Menangis tanda sedih, merah muka
tanda malu, pucat tanda ketakutan. Tanda-tanda ini disebabkan suasana emosional
jadi bukan manasuka. Simbol bisa dibuat dari bahasa apa saja.
e.
Bahasa itu Mengacu pada
Dirinya
Sesuatu baru disebut bahasa bila ia mampu dipakai untuk menganalisis bahasa
itu sendiri. Inilah dalam linguistik disebut metalanguage
yang bahasa dipakai untuk membicarakan bahasa.
f.
Bahasa itu
Manusia
Manusialah yang berbahasa sedangkan
hewan-hewan lain tidak berbahasa. Keistimewaan bahasa manusia akan semakin
terasa kalau kita membandingkannya dengan komunikasi binatang misalnya.
g.
Bahasa itu
Komunikasi
Kunci terakhir untuk membuka hakikat bahasa
adalah komunikasi. Fungsi terpenting
dari bahasa adalah alat komunikasi dan interaksi. Bahasa berfungsi sebagai lem
perekat dalam menyatupadukan keluarga, masyarakat, dan dalam kegiatan
sosialisasi.
Fungsi ujaran
sebagai alat komunikasi oleh para ahli diurai menjadi beberapa fungsi. Di bawah
ini dicantumkan fungsi-fungsi yang disusun oleh Jakobson (1960) dan disimpulkan
oleh Finocchiaro (1974).
Menurut Jacobson:
1)
Emotive Speech
Ujaran yang berfungsi psikologis
yaitu dalam menyatakan perasaan sikap, emosi si penutur.
2)
Phatic speech
Ujaran berfungsi melihat hubungan social
dan berlaku pada suasana tertentu.
3)
Cognitive speech
Ujaran yang mengacu kepada dunia yang
sesungguhnya yang sering diberi istilah denotatif dan informatif.
4)
Rhetorical speech
Ujaran berfungsi mempengaruhi dan
mengkodisi pikiran dan tingkah laku para penanggap tutur.
5)
Metalingual speech
Ujaran berfungsi untuk membicarakan
bahasa, ini adalah jenis ujaran yang
paling abstrak karena dipakai dalam membicarakan kode komunikasi.
6)
Poetic speech
Ujaran yang dipakai dalam bentuk tersendiri
dengan mengistimewakan nilai-nilai estetikanya.
Pembagian menurut
Finocchiaro:
1)
Personal
Ujaran untuk menyatakan emosi ,
kebutuhan, fikiran, hasrat, sikap, perasaan, sama dengan emotive dari Jacobson
2)
Interpersonal
Ujaran untuk mempererat hubungan social
seperti ekspresi pujian, simpati, bertanya kesehatan dan sebagainya.
3)
Directive
Ujaran untuk mengendalikan orang lain
dengan saran, nasihat, perhatian, permohonan, persuasi, diskusi, dan
sebagainya.
4)
Referential
Ujaran untuk membicarakan
obyek/peristiwa dalam lingkungan sekeliling atau di dalam kebudayaan pada
umumnya.
5)
Metalinguistic.
6)
Imaginatif.
Dari
fungsi-fungsi tersebut di atas jelaslah bahwa dengan bahasalah manusia berkata
benar, berkata dusta, munafik, memfitnah, setia, beridealisme, mengembangkan
ilmu pengetahuan dan beramal saleh. Begitu bahasa sebagai maha identitas
manusia. Jadi bahasa mempengaruhi perilaku, namun tidak menutup kemungkinan perilaku juga bisa mempengaruhi bahasa.
2.
Berikan contoh
dalam kehidupan sehari bahasa dan realita serta bahasa dan perilaku!
Contoh bahasa dan realita menilik
dari bahasa itu sebagai simbol:
a.
Simbol bisa dibuat dari apa saja. Piramid di Mesir
terbuat dari batu sebagai lambing keagungan.
b.
Simbol bisa juga terbuat dari kain, umpamanya memakai
pakain hitam adalah symbol sedih
c.
Bunga ros yang dikirim seseorang jejaka pada seorang
gadis berarti “I love you”.
d.
Simbol bisa terbuat dari bunyi seperti ujaran kita, simbol
bisa juga berbentuk tulisan dari tinta di atas kertas. Awan tanda akan turun
hujan, sedangkan kata hujan di atas
kertas tidak basah sedikitpun karena tulisan hujan hanyalah simbol.
Bahasa manusia
itu adalah simbol dari perasaan keinginan harapan dan sebagainya, pendeknya
bahasa itu adalah simbol kehidupan manusia, simbol manusia itu sendiri.
Contoh bahasa dan perilaku dari pengamatan mengenai seorang pasangan yang sering bertengkar tidak jelas:
Contoh bahasa dan perilaku dari pengamatan mengenai seorang pasangan yang sering bertengkar tidak jelas:
Seorang laki-laki yang selalu keras
dan suka berkata-kata kasar ketika sedang bertengkar dengan pacarnya, sewaktu
dia belum pacaran dengannya dia tidak seperti ini, dia selalu perhatian dan
lembut kepada pacarnya tetapi dengan yang sekarang sangat berbeda drastis.
Sehingga si lelaki itu masih suka dengan sifat wanita yang pertama.
Kenapa?
Karena lelaki juga perlu perhatian dan ingin dimanja, waktu dengan
pacarnya yang pertama dia perhatian penuh dan romantis, sedangkan pacarnya yang
sekarang tidak perhatian atau biasa saja dan tidak romantis.
Kajian
Pustaka
Alwasilah, Chaedar. 1993. Linguistik
Suatu Pengantar.
Bandung: Angkasa
Bandung: Angkasa
Khaerunnisa,
Anis. 2011. Perilaku Seseorang terhadap Hati.
http://aniskhairunnisa93.blogspot.com/2011/12/perilaku-seseorang-terhadap-hati_24.html.
diakses tanggal 8 Maret 2012. (Online)
TUGAS
2
AS 2
SOAL
Kemukakan pendapat anda tentang
kerterkaitan antara pikiran mempengaruhi bahasa, bahasa mempengaruhi pikiran,
atau bahasa dan pikiran saling mempengaruhi, yang berlandaskan teori-teori yang
ada!
Jawaban:
A.
Keterkaitan
Antara Bahasa dan Pikiran
Pada
hakikatnya dalam kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan memahami
ujaran. Dapat dikatakan bahwa psikolinguistik adalah studi tentang
mekanisme mental yang terjadi pada orang yang menggunakan bahasa, baik pada
saat memproduksi atau memahami ujaran. Dengan kata lain, dalam penggunaan
bahasa terjadi proses mengubah pikiran menjadi kode dan mengubah kode
menjadi pikiran. Ujaran merupakan sintesis dari proses pengubahan konsep
menjadi kode, sedangkan pemahaman pesan tersebut hasil analisis kode.
Bahasa
sebagai wujud atau hasil proses dan sebagai sesuatu yang diproses baik
berupa bahasa lisan maupun bahasa
tulis, sebagaimana dikemukakan oleh Kempen
(Marat, 1983: 5) bahwa Psikolinguistik adalah studi mengenai manusia sebagai
pemakai bahasa, yaitu studi mengenai sistem-sistem bahasa yang ada pada
manusia yang dapat menjelaskan cara manusia dapat menangkap ide-ide orang lain
dan bagaimana ia dapat mengekspresikan ide-idenya sendiri melalui bahasa, baik
secara tertulis ataupun secara lisan. Apabila dikaitkan dengan keterampilan
berbahasa yang harus dikuasai oleh seseorang, hal ini berkaitan dengan
keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
B. Proses Bahasa
Bahasa masuk dalam sistem
memori, kemudian bekerja mempenggaruhi program perasaan dan pikiran yang
diteruskan outputnya dalam bentuk ucapan dan perilaku. Kata-kata (bahasa) yang
baik bersifat positif dan optimis, sebab hal itu akan mempengaruhi cara
berfikir sampai dewasa.
Sampai saat ini, sangat sulit kita
temukan pemikiran-pemikiran yang secara khusus membahas korelasi antara bahasa
dan pikiran. Tesis Gadamer di atas tentu saja terbatas pada bahasa dan
realitas, sedangkan bahasa (yang merealisir realitas) itu merupakan realisasi
ide-ide. Ide terletak dalam pikiran. Bahkan tidak ada garis pembeda yang tegas,
yang ‘mengantarakan’ ide dan pikiran.
Kita bisa melihat jelas seseorang yang
pikirannya kacau mengakibatkan bahasanya kacau juga. Kadang juga jika seseorang
sedang memikirkan sesuatu yang berat, yang bersangkutan tidak berselera untuk
bicara. Ada juga yang berpendapat bahwa bahasa merupakan cerminan dari pikiran,
apa yang dibicarakan adalah apa yang dipikirkan. Bahasa terbentuk dari pikiran,
atau bentuk bahasa (secara individual dan spontan) meniru atau mengikuti bentuk
pikiran atau ide.
C. Bahasa dan Pikiran
Salah
satu pakar Psikolinguistik yang mendalami kaitan antara bahasa dan pikiran
adalah Soenjono. Dalam buku Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia,
Soenjono berpendapat bahwa orang sudah lama sekali berbicara tentang otak dan
bahasa.
Pendapat para ahli
mengenai keterkaitan bahasa dan pikiran dibagi
menjadi 3 kelompok, yaitu :
1.
Ahli yang
berpendapat bahwa bahasa mempengaruhi pikiran
Ahli yang mendukung
hubungan ini adalah Benyamin Whorf dan gurunya, Edward Saphir. Menurut mereka
pemahaman terhadap kata mempengaruhi pandangannya terhadap realitas. Pikiran
kita dapat terkondisikan oleh kata yang kita gunakan. Whorf dalam Rahmat (2000)
mengatakan bahwa keterkaitan antara bahasa dengan pikiran terletak pada asumsi
bahwa bahasa mempengaruhi cara pandang manusia terhadap dunia, serta
mempengaruhi pemikiran individu pemakai bahasa itu. Sebagai contoh Bangsa
Jepang. Orang Jepang mempunyai pikiran yang sangat tinggi karena orang Jepang
mempunyai banyak kosa kata dalam mejelaskan sebuah realitas. Hal ini
membuktikan bahwa mereka mempunyai pemahaman yang mendetail tentang realitas
2.
Ahli yang
berpendapat bahwa pikiran mempengaruhi bahasa
Pendukung pendapat ini
adalah tokoh psikologi kognitif, Jean Piaget. Melalui observasi yang dilakukan
oleh Piaget terhadap perkembangan aspek kognitif anak. Ia melihat bahwa
perkembangan aspek kognitif anak akan mempengaruhi bahasa yang digunakannya.
Semakin tinggi aspek tersebut semakin tinggi bahasa yang digunakannya.
3.
Ahli yang
berpendapat bahwa bahasa dan pikiran saling mempengaruhi
Hubungan timbal balik
antara kata-kata dan pikiran dikemukakan oleh Benyamin Vigotsky, seorang ahli
semantik berkebangsaan Rusia yang teorinya dikenal sebagai pembaharu teori
Piaget mengatakan bahwa bahasa dan pikiran saling mempengaruhi. Penggabungan
Vigotsky terhadap kedua pendapat di atas banyak diterima oleh kalangan ahli
psikologi kognitif.
Dari pendapat di
atas dapat disimpulkan bahwa kata-kata atau bahasa dan pikiran memiliki hubungan
yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling mempengaruhi. Di satu sisi
kata-kata merupakan media yang digunakan untuk memahami dunia serta digunakan
dalam proses berpikir, di sisi yang lain pemahaman terhadap kata-kata merupakan
hasil dari aktifitas pikiran.
Bukti lain bahwa
“Pikiran mempengaruhi bahasa” dapat dilihat pada orang yang kilir lidah dan
penderita afasia.
1.
Kilir Lidah
Kilir lidah adalah suatu
fenomena dalam produksi ujaran di mana pembicara ‘terkilir’ lidahnya sehingga
kata-kata yang diproduksi bukanlah kata yang dia maksudkan. Kesalahan yang
berupa kilir lidah seperti kelapa untuk kepala menunjukkan bahwa
kata ternyata tidak tersimpan secara utuh dan orang harus meramunya (Meyer
dalam Soenjono, 2008:142). Dalam hal ini yang memiliki peran yang sangat besar
dalam meramu sebuah kata agar antara langue dan parole itu sesuai
adalah otak (pikiran). Biasanya kilir lidah terjadi pada waktu orang yang
berbicara merasa gugup atau ketakutan, sehingga antara konsep yang ada di
pikiran dengan bahasa yang diujarkan mengalami perbedaan.
2.
Afasia
Afasia adalah suatu penyakit wicara di mana orang tidak dapat berbicara
dengan baik karena adanya penyakit pada otaknya. Penyakit ini pada umumnya
muncul karena orang tersebut menderita stroke, yakni, sebagian otaknya
kekurangan oksigen sehingga bagian tadi menjadi cacat (Soenjono,
2008:151).
Penyebab afasia
selalu berupa cedera otak. Pada kebanyakan kasus, afasia dapat disebabkan oleh
pendarahan otak. Selain itu dapat juga disebabkan oleh kecelakaan atau tumor.
Seseorang mengalami pendarahan otak jika aliran darah di otak tiba-tiba
mengalami gangguan. Hal ini dapat terjadi melalui dua cara yaitu terjadi
penyumbatan pada pembuluh darah dan kebocoran pada pembuluh darah. Untuk
berkomunikasi dengan penderita afasia sebaiknya menggunakan bahasa isyarat,
gambar, tulisan, atau dengan menunjuk.
Dari kedua contoh
di atas, maka jelas ada keterkaitan antara pikiran dan bahasa. Sebelum bahasa
diujarkan akan diproses terlebih dahulu di dalam otak.
TUGAS PRESENTASE
TEORI JOHN RUPERT FIRTH
Sebelumnya
ada empat pandangan dari masing-masing ahli yaitu:
1. Teori Ferdinand de Saussure, yang
menganut paham psikologi kognitif, behavioristik, dan pragmatik
- Teori
Leonard Bloomfield, yang tampak menganut psikologi behavioristik
- Teori
John Rupert Firth, yang tampak menganut aliran pragmatistik;
- Teori Noam Chomsky, yang tampak
menganut paham kognitif.
Keempat aliran itu mempunyai nama sendiri-sendiri sesuai
dengan teori linguistiknya bukan psikologinya.
John Rupert Firth
lahir 17 Juni 1890, Keighley, Yorkshire, Eng.-meninggal 14 Desember 1960, Lindfield, Sussex), ahli bahasa Inggris yang
mengkhususkan diri dalam teori kontekstual
makna dan analisis prosodi. Dia adalah pencetus
"Sekolah Linguistik London."
Setelah menerima gelar MA dari
University of Leeds (1913),
Firth bergabung dengan Dinas Pendidikan India pada
tahun 1915 dan menjabat sampai
1928. Dari 1916-1919 ia juga menjadi layanan militer di Afghanistan, Afrika, dan India dan, 1919-1928,
adalah profesor bahasa Inggris di
Universitas Punjab di Lahore. Pada tahun 1928 Firth menjadi dosen senior
di fonetik di Universitas
College, London. Dia memegang posisi mengajar di London School of Economics dan di Indian Institute, Oxford, pada tahun 1944
ia diangkat ke kursi pertama linguistik umum di
Inggris di University of London,
di mana ia mengajar sampai
pensiun pada tahun 1956. Mulai
tahun 1941, Firth memberikan kursus intensif di Jepang untuk personil militer, dia dianugerahi Order of the British Empire (1946). Selain
buku-buku populer tentang linguistik. Kumpulan artikel yang
paling penting, Makalah dalam Linguistik 1934-1951, muncul pada tahun 1957.
Pada Aliran
Firthian. Nama John R. Firth terkenal karena teorinya mengenai fonologi
prosodi. Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran
fonetis.
Menurut
Firth dalam kajian linguistik yang paling penting adalah konteks. Dalam teori
Firth ada konteks fonologi, morfologi, leksikon, dan situasi. Bahasa adalah
susunan dari konteks-konteks ini. Tiap-tiap konteks mempunyai peranan sebagai
lingkungan untuk unsur-unsur atau unit-unit tiap tingkat bahasa itu. Susunan
dari konteks-konteks ini membentuk satu keseluruhan dari kegiatan-kegiatan yang
penuh arti. Maksudnya, tiap-tiap unsur pada tiap tingkatan mempunyai arti yang
dapat dibedakan dan dianalisis.
Menurut
Firth struktur bahasa itu terdiri dari lima tingkatan yaitu tingkatan fonetik,
leksikon, morfologi, sintaksis, dan semantik. Yang menjadi unsur dalam
tingkatan fonetik adalah fonem, yang menjadi unsur dalam tingkatan morfologi
adalah morfem, yang menjadi unsur dalam tingkatan sintaksis adalah
kategori-kategori sintaksis; dan yang menjadi unsur dalam tingkatan semantik
adalah kategori-kategori semantik. Firth lebih memusatkan perhatian pada
tingkatan fonetik dan tingkatan semantik. Sedangkan tingkatan lain kurang
diperhatikan.
Fonem
dapat dikaji dalam hubungannya dengan kata. Konteks fonologi terbatas pada
bunyi-bunyi “dalam” yang terdapat pada kata. Bentuk yang meragukan
pada satu tingkat, tidak selalu meragukan pada tingkatan lain.
Misalnya,
bentuk /kèpala] dalam bahasa Indonesia. Pada tingkatan fonetik
bentuk ini meragukan sebab ada beberapa makna kata kepala dalam bahasa
Indonesia. Untuk menjelaskan, kita dapat beranjak ketingkatan yang lebih tinggi
yaitu tingkatan morfologi atau sintaksis atau semantik. Dalam konteks morfologi
bentuk kepala kantor ataupun keras kepala tidak meragukan
lagi.
Arti
atau makna menurut teori Firth adalah hubungan antara satu unsur pada satu
tingkatan dengan konteks unsur itu pada tingkatan yang sama. Jadi, arti tiap
kalimat terdiri dari lima dimensi, yaitu berikut ini.
1.
Hubungan tiap fonem dengan konteks
fonetiknya (hubungan fonem satu sama lain dalam kata).
2.
Hubungan kata-kata satu sama lain dalam
kalimat.
3.
Hubungan morfem pada satu kata dengan
morfem yang sama pada kata lain, dan hubungannya dengan kata itu.
4.
Jenis kalimat clan bagaimana kalimat itu
digolongkan.
5.
Hubungan kalimat dengan konteks situasi.
Ada dua jenis
perkembangan dalam ilmu linguistik yang selalu dikaitkan dengan Firth, Yaitu
(a) teori konteks situasi untuk menentukan arti, (b) analisis prosodi dalam
fonologi. Teori konteks situasi ini menjadi dasar teori linguistik Firth;
beliau menolak setiap usaha untuk memisahkan bahasa dari konteksnya dalam
kehidupan manusia dan budaya. Firth menekankan bahwa makna merupakan jantung
dari pengkajian bahasa. Semua analisis linguistik dan pernyataan-pernyataan
tentang linguistik haruslah merupakan analisis dan pernyataan mengenai makna.
Dalam hal ini beliau memperkenalkan dua kolokasi untuk menerangkan arti, yaitu
arti gramatikal clan arti fonologis. Arti Gramatikal adalah peranan dari
unsur-unsur tata bahasa di dalam konteks gramatikal dari yang mendahului dan
mengikuti unsur-unsur itu di dalam kata atau konstruksi (gagasan) dan dari unsur-unsur
tata bahasa yang bersamaan di dalam paradigma-paradigma. Jadi, arti menurut
kolokasi adalah abstraksi sintagmatik. Umpama dalam kalimat bahasa
Inggris “She liked me”. Arti gramatikal liked adalah
peranan atau hubungannya dengan she dan me; dan juga
hubungannya dengan like dan likes pada tingkatan
paradigmatik. Arti fonologi adalah peranan atau hubungan dari unsur-unsur
fonologi di dalam konteks fonologi dari struktur suku-kata dan unsur-unsur lain
yang bersamaan secara paradigmatik yang dapat berperanan dalam konteks yang
serupa.
Salah satu
dimensi arti dari lima dimensi seperti yang disebutkan di atas adalah dimensi
hubungan kata-kata; hal ini tidak boleh dipisahkan dari konteks situasi dan
budaya. Arti satu tergantung dari kolokasi yang mungkin dari kata itu.
Umpamanya, salah satu arti kata malam adalah kolokasinya dengan gelap,
dan sebaliknya gelap berkolokasi dengan malam. Jadi,
jelas arti sebuah kata ditentukan oleh konteks linguistiknya.
Sebagai
linguis Firth dikenal juga sebagal tokoh analisis prosodi atau fonologi
prosodi. Menurut Firth analisis prosodi dapat digunakan untuk menganalisis
bahasa dan membuat pernyataan-pernyataan yang sistematis dari analisis ini yang
didasarkan pada penelitian yang mendalam terhadap data bahasa serta menggunakan
istilah-istilah dan kategorikategori yang sesuai. Analisis prosodi ini
menganggap ada dua jenis fonologi, yaitu berikut ini.
1.
Unit-unit fonematik yang terdiri dari konsonan-konsonan
segmental dan unsur-unsur vokal yang merupakan maujud-maujud yang dapat saling
menggantikan dalam bermacam-macam posisi pada suku kata Yang berlainan.
2.
Prosodi-prosodi yang terdiri dari fitur-fitur atau
milik-milik struktur Yang lebih panjang dari satu segmen, baik berupa
perpanjangan fonetik, maupun sebagai pembatasan struktur secara fonologi,
seperti suku kata atau kata_ Prosodi-prosodi ini merupakan maujud yang menjadi
ciri khas suku-suku kata secara keseluruhan, dan tidak dapat saling
menggantikan.
Ke dalam
perpanjangan fonetik ini termasuk semua fonem suprasegmental dari fitur-fitur
seperti nasalisasi, glotalisasi, dan retrofleksi yang biasanya tidak
diikutsertakan dalam analisis fonetik terutama analisis fonetik menurut
linguistik struktural Amerika
Secara
singkat bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan prosodi menurut teori Firth
adalah struktur kata beserta ciri-ciri khas lagu kata itu sebagai sifat-sifat
abstraksi tersendiri dalam keseluruhan fonologi bahasa itu. Jadi, yang termasuk
ke dalam fitur-fitur prosodi satu kata adalah:
1. Jumlah
suku kata
2. Hakikat
suku katanya: terbuka atau tertutup
3. Kualitas
suku-suku kata
4. Urutan
suku-suku kata
5. Urutan
bunyi-bunyi vocal
6. Tempat,
hakikat, dan kuantitas bunyi-bunyi penting
7. Kualitas
“gelap” atau “terang” dari suku-suku kata
8. Ciri-ciri
hakiki lagu suku kata dan juga potongan kalimat tempat kata itu terdapat
9. Semua
sifat yang menyangkut struktur suku kata, urutan suku kata, dan keharmonisan
suku kata dalam kata, potongan kalimat, dan keseluruhan kalimat.
Pada tahun (1890-1960) seorang guru besar pada Universitas
London yang bernama John R. Firth telah mengemukakan sebuah teorinya mengenai
fonologi prosodi. Karena itulah, teori yang dikembangkannya tersebut kemudian
dikenal dengan nama aliran Forosodi; tetapi disamping itu dikenal pula dengan
nama aliran firth, atau aliran Firthian, atau aliran London.
Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan
arti pada tataran fonetis. Dimana fonologi prosodi tersebut terdiri dari
satuan-satuan fonematis berupa unsur-unsur segemental; yakni konsonan, vokal,
sedangkan satuan prosodi berupa ciri-ciri atau sifat-sifat struktur yang lebih
panjang daripada suatu segmen tunggal.
Aliran London atau biasa juga disebut fonologi prosodi
adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Dimana arti
pada pokok tataran fonematis tersebut yaitu berupa unsur-unsur segemental
(consonant dan vokal).
Dan adapun pokok-pokok prosodi tersebut terbagi atas tiga
macam yakni sebagai berikut:
- Frosodi
yang menyangkut gabungan fonem; struktur kata, struktur suku kata,
gabungan konsonan dan gabungan vokal
- Frosodi
yang terbentuk oleh sendi atau jeda artinya jeda atau persendian mempunyai
hubungan erat dengan hentian bunyi dalam arus ujar. Kenapa disebut jeda?
Yakni karena ditempat perhentian itulah terjadinya persambungan antara
segmen yang satu dengan segmen yang lainnya.
Jeda ini bersifat penuh dan dapat juga bersifat sementara,
sedangkan seni biasanya dibedakan adanya sendi dalam (internal juncture) atau
sendi luar (open juncture), dimana sendi dalam menunjukkan batas yang
lebih besar dari segmen silabel. Dalam hal ini, biasanya dibedakan:
- Jeda
antara kata dalam frase diberi tanda berupa garis miring tunggal (/)
- Jeda
antara frase dalam klausa diberi tanda berupa garis miring ganda (//)
- Jeda
antara kalimat dalam wacana diberi tanda berupa garis silang ganda (#)
Sehingga dapat diketahui bersama bahwa dalam bahasa
Indonesia sangat penting karena tekanan dan jeda itu dapat mengubah makna
kalimat
- Frosodi
yang realisasi fonetisnya melampaui yang lebih besar dari pada fonem-fonem
sopra segmental. Artinya bahwa arus ujaran merupakan tuntutan bunyi
sambung bersambung terus menerus diselang-seling dengan jeda singkat atau
jeda agak singkat, disertai dengan keras lembut bunyi, tinggi rendah
bunyi, panjang pendek bunyi dan sebagainya. Dalam arus ujaran itu ada
bunyi yang dapat disegmentasikan sehingga disebut bunyi segmental; tetapi
berkenaan dengan keras lembut, panjang pendek, dan jeda bunyi tidak dapat
disegmentasikan. Bagian dari bunyi tersebut disebut bunyi supra segmental
atau prosodi. Dalam studi mengenai bunyi atau unsur supra segmental ini
biasanya dibedakan pula atas; tekanan atau stress, nada atau pitch, jeda
atau persendian.
TUGAS 3
PERCAKAPAN
Tri : “Eh, keluar betul ki pemainnya Ceribelle
Nay?”
Nia : “Iya, dua orang. Tri kah ketinggalannya
deh!”
Fitri : “Maklum tidak ada wadeng TV na kamseupai kasiaaan.”
Tri : “Hahahah ioh kodong, maklummeko itu.”
Juli : “Apakah itu TV, ada suara tidak ada
gambar.”
Nia : “Ayomi pale ikut audisinya.”
Tri : “Ada kah?”
Fitri : “Ada, ayomi.”
Tri : “Aiiih, teyajja nakke deh! Kaumo tiga
orang yang ikut, nanti saya toh yang jadi
manajernu.”
Fitri : “Ioh, baru ambil memang mi gaya yang
kerenmu Nia, Juli.”
Iin : “Aiihhh, belumpeko masuk di pintu na
disurumeko itu keluar jurina. Hahhahaha.”
Iin : “Iyo, karena tidak cocok sekali kau
itu tiga orang pergi ikut begitu. Kalau pergi
melawak cocokji.”
Fitri : ”Jadi? Gue harus bilang WAWW gitu?”
Nia, Tri, Juli
and Fitri : “WAAWW. Hahahahaha.”
Uni : “Edd, tongolomeki e.”
Tri : “Hahahah, lapar ka we.”
Fitri : “Saya juga kasiaan.”
Nia : “Biarmi kasiaan matikiiii tidak
makankiiii.”
Fitri : “Siapa kasiaan ada nasinyaaa.”
Juli : “Kasiaaaaaaannnn, matimeki kasiaaaann dak
makan.”
Iin : “Matimeko saja semua.”
Tri : “Hahahahah masih banyak dosamu semua,
janganmeko dulu mati.”
Uni : “Kenapakah bahas-bahas mati lagi orang?”
Nia : “Ioh. Ujung-ujungnya nanti Surga dan Neraka
lagi itu dibahas.”
Tri : “Mauka pale saya pergi masak. Siapaaa
mau sudahkuuu?” (berteriak)
ALL : “SAYAAAAA.”
Tri : “HAHAHAHAHAHHA.”
ANALISIS
PERCAKAPAN
Pada
percakapan diatas akan dianalisis mengenai teori John Rupert Firth. Menurut Firth dalam kajian linguistik yang paling penting
adalah konteks. Dalam teori Firth ada konteks fonologi, morfologi, leksikon,
dan situasi. Bahasa adalah susunan dari konteks-konteks ini. Tiap-tiap konteks
mempunyai peranan sebagai lingkungan untuk unsur-unsur atau unit-unit tiap
tingkat bahasa itu. Susunan dari konteks-konteks ini membentuk satu keseluruhan
dari kegiatan-kegiatan yang penuh arti. Maksudnya, tiap-tiap unsur pada tiap
tingkatan mempunyai arti yang dapat dibedakan dan dianalisis.
A.
ANALISIS
Tri : “Eh, keluar betul ki pemainnya Ceribelle Nay?”
(Keluar maksudnya bukan berarti keluar melewati pintu, namun dalam
kalimat yang dikatakan oleh Tri, keluar memiliki
makna mengundurkan diri)
Nia : “Iya, dua orang. Tri kah ketinggalannya deh!”
(Ketinggalan
yang dimaksudkan Nia, bukan berarti orang yang ditinggalkan. Tapi makna dari
kata tersebut sesuai dengan percakapan sebelumnya berarti seseorang yang kurang informasi)
Fitri : “Maklum tidak
ada wadeng TV na kamseupai kasiaaan.”
(Kamseupai merupakan bahasa remaja,
singkatan dari Kampungan sekali uhh
payah iuhh. Pada pernyataan Fitri, dia menyindir bahwa Tri kurang menemukan
informasi dari TV.)
Tri : “Hahahah ioh kodong, maklummeko itu.”
Juli : “Apakah itu TV,
ada suara tidak ada gambar.”
(“Ada suara tidak ada gambar”. Jika dipenggal
satu persatu kalimatnya, maka maknanya akan berbeda. Adapun makna yang akan
terjadi yaitu:
§ Ada suara/tidak ada gambar
-> Sesuatu yang mengeluarkan bunyi. Tapi tidak tau bentuk dan rupa sesuatu
apa yang mengeluarkan bunyi itu.
§ Ada suara tidak/ada gambar
-> seseorang bertanya bahwa apakah ada suara atau tidak, karena ada gambar
yang terdapat.
Nia : “Ayomi pale ikut audisinya.”
(Pernyataan Nia,
mengalihkan kembali pada permasalahan inti yang membahas mengenai Ceribelle)
Tri : “Ada kah?”
Fitri : “Ada, ayomi.”
Tri : “Aiiih, teyajja nakke deh! Kaumo
tiga orang yang ikut, nanti saya toh yang jadi
manajernu.”
(“Aihhh teyajja nakke deh!”. Pernyataan
ini juga dapat di pisah-pisah dan memberikan pengertian yang berbeda-beda
sesuai dengan konteksnya. Adapun pengertian itu sebagai berikut:
§ Aihh/teyajja nakke deh!
-> sangat tidak mau.
§ Aihh teyajja/nakke deh!
-> sangat mau.
Fitri : “Ioh, baru ambil
memang mi gaya yang keren mu Nia, Juli.”
(Kata ambil bermakna sebagai mempersiapkan. Menurut konteks
pernyataan Fitri bahwa dia, Nia, dan Juli harus
mempersiapkan gaya yang baik untuk ikut audisi.)
Iin : “Aiihhh, belumpeko masuk di pintu
na disurumeko itu keluar sama jurina. Hahhahaha.”
(Pernyataan Iin
tiba-tiba membuat suasana menjadi heboh dengan lelucon yang dibuatnya,
sekaligus ada makna yang tersirat yaitu
menyindir Fitri, Nia, dan Juli kalau mereka tidak punya kemampuan apa-apa
untuk ikut audisi Ceribelle)
Uni : “Iyo, karena tidak cocok sekali kau
itu tiga orang pergi ikut begitu. Kalau pergi melawak
cocokji.”
(Pernyataan
yang dilontarkan Uni lebih mempertegas
pernyataan yang dikatakan Iin. Itu artinya Uni setuju dengan maksud dari
perkataan Uni)
Fitri : “Jadi? Gue harus
bilang WAH gitu?”
(“Gue harus bilang WAH gitu” merupakan inspirasi dari sinetron Putih
Abu-abu di SCTV. Maksud dari kalimat yang dikatakan Fitri dari konteks
tersebut bahwa dia sangat tidak suka dengan apa yang dikatakn oleh Iin dan
Uni.)
Nia, Tri, Juli and Fitri : WAUHHH. Hahahahaha.
Uni : “Edd, tongolomeki e.”
(Merasa risih
dengan tingkah laku dari Tri, Nia, Fitri, dan Juli.)
Tri : “Hahahaha, lapar ka we.”
(Membuat suasana
menjadi berubah untuk menghindari pertengkaran antara teman-temannya. Dia
bermaksud untuk mengalihkan pembicaraan walaupun sebenarnya dia tidak lapar.)
Fitri : “Saya juga kasiaan.”
Nia : “Biarmi kasiaan matikiiii tidak
makankiiii.”
Fitri : “Siapa kasiaan ada nasinyaaa.”
Juli : “Kasiaaaaaaannnn, matimeki kasiaaaann dak
makan.”
(Kalimat-kalimat yang tercetak tebal merupakan
kebiasaan-kebiasaan yang sering
dilakukan oleh mereka ditengah-tengah percakapan untuk membuat suasana lebih
seru. Fitri hanya memancing dengan kata kasiaaan.
Kemudian dengan respek Nia dan Juli mengerti maksud dari apa yang dikatakan
oleh Fitri.)
Iin : “Matimeko saja semua.”
(Masih dalam
kondisi yang senang untuk menyindir.)
Tri : “Hahahahaha masih banyak dosamu
semua, janganmeko dulu mati.”
(Mengikuti konteks
pernyataan dari Iin, padahal konteks sebelumnya yang dia katakanasangat berbeda
dengan pernytaannya lagi.)
Uni : “Kenapakah bahas-bahas mati lagi orang?”
Nia : “Ioh. Ujung-ujungnya nanti surga dan neraka lagi itu
dibahas.”
Tri : “Mauka pale saya pergi masak.
Siapaaa mau sudahkuuuu?” (Berteriak)
(Merubah konteks
percakapan pada konteks sebelumnya yang dia utarakan sendiri.)
ALL : “SAYAAAAA.”
Tri : “HAHAHAHAHAHHA.”
B.
Laporan
Kegiatan
Lokasi : Jalan Daeng Tata VII
No. 4 (Pondok Andi Nur)
Hari : Sabtu, 14 April
2012.
Waktu : Pukul 19.30-selesai.
Pemain: Tri, Fitri, Nia, Juli, Uni, dan Iin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar