Sutriani Nasiruddin-105104050

TUGAS 1

1.      Apakah bahasa mempengaruhi perilaku?
Iya.
Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Sedangkan bahasa adalah  sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.
Pemahaman mengenai hakikat bahasa, akan lebih memperjelas mengenai bahasa yang mempengaruhi perilaku. Dari hakikat bahasa beberapa defenisi berbeda-beda. Ada yang menitikberatkan komunikasi, ada yang mengutamakan sistematika, ada yang menitikberatkan alat, dan ada juga yang lebih meminati bahasa sebagai suatu kesemestaan dari data-data yang teramati secara sistematik. Kalau diringkaskan hakikat bahasa itu sebagai berikut:
a.      Bahasa itu Sistematik
Sistematik berarti mempunyai aturan atau pola. Pada setiap bahasa, aturan ini bisa terlihat dalam dua hal yaitu: (1) sistem bunyi dan (2) sistem makna. Hanya bunyi-bunyi tertentulah yang bisa dipakai, digabungkan dengan bunyi lainnya untuk membentuk satu kata sebagai simbol dari satu acuan atau rujukan (referent). Dalam bahasa Indonesia kita bisa menggabungkan bunyi-bunyi hingga terbentuklah kata pengelolaan misalnya, tapi tidaklah mungkin gabungan seperti pada klmaosgtwz. Yang pertama tadi bisa diterima karena memang sesuai dengan sistem bunyi bahasa Indonesia, sedangkan yang kedua tidak sesuai. Seandainya bahasa itu tidak sistematik maka bahasa itu tak akan pernah ada, tak punya arti, tak dapat diberi pemerian, hanyalah sesuatu yang kacau tak karuan.
b.      Bahasa itu Manasuka
Arbitrery berarti selected at random and without reason, dipilih secara acak tanpa alasan. Ringkasnya, manasuka berarti seenaknya, asal bunyi, tidak ada hubungan logis dengan kata-kata sebagai simbol dengan yang disimbolkannya. Contoh manasuka tersebut terbukti antara rangkaian bunyi-bunyi dengan makna yang dikandungnya. Mengapa bahan bakar sepeda motor itu kita sebut bensin tidak kecap. Binatang tertentu di Indonesia disebut anjing, di Inggris dog, di Mekah kalbun, di Mardid perro. Itulah manasuka! Memang betul ada beberapa kosakata tertentu yang sesuai dengan sifat-sifat bendanya. Dari contoh di atas maka dapatlah dikatakan bahwa: bahasa itu manasuka yaitu bahasa itu sosial konvensional dan bahasa itu arbitrertapi juga non-arbitrer.
c.       Bahasa itu Ucapan/Vokal
Bahasa itu ujaran berarti bahwa media bahasa yang terpenting adalah dengan bunyi-bunyi, bagaimanapun sempurna dan modernnya media tulisan. Kita bisa berbicara tanpamenulis, tapi kita tidak bisa menulis tanpa berbicara (pada diri sendiri paling tidak). Jadi sistem tulisan berfungsi sebagai pelestarian ujaran bukannya mengatur ujaran. Karena fungsi pelestari ujaran inilah maka bahasa disebut sebagai alat pelestari kebudayaan manusia.
d.      Bahasa itu Simbol
Simbol mengacu kepada sesuatu obyek dan hubungan antara simbol dengan obyek itu bersifat manasuka, sedangkan hubungan tanda dengan acuannya tidak manasuka. Simbol adalah sejenis tanda juga, namun tidak semua tanda adalah simbol. Anggukan kepala bersifat manasuka jadi ini simbol. Menangis tanda sedih, merah muka tanda malu, pucat tanda ketakutan. Tanda-tanda ini disebabkan suasana emosional jadi bukan manasuka. Simbol bisa dibuat dari bahasa apa saja.
e.      Bahasa itu Mengacu pada Dirinya
Sesuatu baru disebut bahasa bila ia mampu dipakai untuk menganalisis bahasa itu sendiri. Inilah dalam linguistik disebut metalanguage yang bahasa dipakai untuk membicarakan bahasa.
f.        Bahasa itu Manusia
Manusialah yang berbahasa sedangkan hewan-hewan lain tidak berbahasa. Keistimewaan bahasa manusia akan semakin terasa kalau kita membandingkannya dengan komunikasi binatang misalnya.
g.      Bahasa itu Komunikasi
Kunci terakhir untuk membuka hakikat bahasa adalah komunikasi. Fungsi terpenting dari bahasa adalah alat komunikasi dan interaksi. Bahasa berfungsi sebagai lem perekat dalam menyatupadukan keluarga, masyarakat, dan dalam kegiatan sosialisasi.
Fungsi ujaran sebagai alat komunikasi oleh para ahli diurai menjadi beberapa fungsi. Di bawah ini dicantumkan fungsi-fungsi yang disusun oleh Jakobson (1960) dan disimpulkan oleh Finocchiaro (1974).
Menurut Jacobson:
1)      Emotive Speech
Ujaran yang berfungsi psikologis yaitu dalam menyatakan perasaan sikap, emosi si penutur.
2)      Phatic speech
Ujaran berfungsi melihat hubungan social dan berlaku pada suasana tertentu.
3)      Cognitive speech
Ujaran yang mengacu kepada dunia yang sesungguhnya yang sering diberi istilah denotatif dan informatif.
4)      Rhetorical speech
Ujaran berfungsi mempengaruhi dan mengkodisi pikiran dan tingkah laku para penanggap tutur.
5)      Metalingual speech
Ujaran berfungsi untuk membicarakan bahasa, ini adalah jenis ujaran yang paling abstrak karena dipakai dalam membicarakan kode komunikasi.
6)      Poetic speech
Ujaran yang dipakai dalam bentuk tersendiri dengan mengistimewakan nilai-nilai estetikanya.
Pembagian menurut Finocchiaro:
1)      Personal
Ujaran untuk menyatakan emosi , kebutuhan, fikiran, hasrat, sikap, perasaan, sama dengan emotive dari Jacobson
2)      Interpersonal
Ujaran untuk mempererat hubungan social seperti ekspresi pujian, simpati, bertanya kesehatan dan sebagainya.
3)      Directive
Ujaran untuk mengendalikan orang lain dengan saran, nasihat, perhatian, permohonan, persuasi, diskusi, dan sebagainya.
4)      Referential
Ujaran untuk membicarakan obyek/peristiwa dalam lingkungan sekeliling atau di dalam kebudayaan pada umumnya.
5)      Metalinguistic.
6)      Imaginatif.
Dari fungsi-fungsi tersebut di atas jelaslah bahwa dengan bahasalah manusia berkata benar, berkata dusta, munafik, memfitnah, setia, beridealisme, mengembangkan ilmu pengetahuan dan beramal saleh. Begitu bahasa sebagai maha identitas manusia. Jadi bahasa mempengaruhi perilaku, namun tidak menutup kemungkinan perilaku juga bisa mempengaruhi bahasa.

2.      Berikan contoh dalam kehidupan sehari bahasa dan realita serta bahasa dan perilaku!
            Contoh bahasa dan realita menilik dari bahasa itu sebagai simbol:
a.      Simbol bisa dibuat dari apa saja. Piramid di Mesir terbuat dari batu sebagai lambing keagungan.
b.      Simbol bisa juga terbuat dari kain, umpamanya memakai pakain hitam adalah symbol sedih
c.       Bunga ros yang dikirim seseorang jejaka pada seorang gadis berarti “I love you”.
d.      Simbol bisa terbuat dari bunyi seperti ujaran kita, simbol bisa juga berbentuk tulisan dari tinta di atas kertas. Awan tanda akan turun hujan, sedangkan kata hujan di atas kertas tidak basah sedikitpun karena tulisan hujan hanyalah simbol.
Bahasa manusia itu adalah simbol dari perasaan keinginan harapan dan sebagainya, pendeknya bahasa itu adalah simbol kehidupan manusia, simbol manusia itu sendiri. 
Contoh bahasa dan perilaku dari pengamatan mengenai seorang pasangan yang sering bertengkar tidak jelas:
Seorang laki-laki yang selalu keras dan suka berkata-kata kasar ketika sedang bertengkar dengan pacarnya, sewaktu dia belum pacaran dengannya dia tidak seperti ini, dia selalu perhatian dan lembut kepada pacarnya tetapi dengan yang sekarang sangat berbeda drastis. Sehingga si lelaki itu masih suka dengan sifat wanita yang pertama.
Kenapa?
Karena lelaki juga perlu perhatian dan ingin dimanja, waktu dengan pacarnya yang pertama dia perhatian penuh dan romantis, sedangkan pacarnya yang sekarang tidak perhatian atau biasa saja dan tidak romantis.

Kajian Pustaka
Alwasilah, Chaedar. 1993. Linguistik Suatu Pengantar. 
         Bandung: Angkasa
Khaerunnisa, Anis. 2011. Perilaku Seseorang terhadap Hati. http://aniskhairunnisa93.blogspot.com/2011/12/perilaku-seseorang-terhadap-hati_24.html. diakses tanggal 8 Maret 2012. (Online)

TUGAS 2
  SOAL
Kemukakan pendapat anda tentang kerterkaitan antara pikiran mempengaruhi bahasa, bahasa mempengaruhi pikiran, atau bahasa dan pikiran saling mempengaruhi, yang berlandaskan teori-teori yang ada!
Jawaban: 
A.    Keterkaitan Antara Bahasa dan Pikiran
Pada hakikatnya dalam kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan memahami ujaran.  Dapat dikatakan bahwa psikolinguistik adalah studi tentang mekanisme mental yang terjadi pada orang yang menggunakan bahasa, baik pada saat memproduksi atau memahami ujaran. Dengan kata lain, dalam penggunaan bahasa terjadi proses mengubah pikiran menjadi kode dan mengubah kode menjadi  pikiran. Ujaran merupakan sintesis dari proses pengubahan konsep menjadi kode, sedangkan pemahaman pesan tersebut hasil analisis kode.
Bahasa sebagai wujud atau hasil proses dan sebagai sesuatu yang diproses baik berupa   bahasa  lisan  maupun  bahasa  tulis,  sebagaimana  dikemukakan   oleh  Kempen (Marat, 1983: 5) bahwa Psikolinguistik adalah studi mengenai manusia sebagai pemakai bahasa, yaitu studi mengenai sistem-sistem bahasa yang  ada pada manusia yang dapat menjelaskan cara manusia dapat menangkap ide-ide orang lain dan bagaimana ia dapat mengekspresikan ide-idenya sendiri melalui bahasa, baik secara tertulis ataupun secara lisan. Apabila dikaitkan dengan keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh seseorang, hal ini berkaitan dengan keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

B.    Proses Bahasa
Bahasa masuk dalam sistem memori, kemudian bekerja mempenggaruhi program perasaan dan pikiran yang diteruskan outputnya dalam bentuk ucapan dan perilaku. Kata-kata (bahasa) yang baik bersifat positif dan optimis, sebab hal itu akan mempengaruhi cara berfikir sampai dewasa.
Sampai saat ini, sangat sulit kita temukan pemikiran-pemikiran yang secara khusus membahas korelasi antara bahasa dan pikiran. Tesis Gadamer di atas tentu saja terbatas pada bahasa dan realitas, sedangkan bahasa (yang merealisir realitas) itu merupakan realisasi ide-ide. Ide terletak dalam pikiran. Bahkan tidak ada garis pembeda yang tegas, yang ‘mengantarakan’ ide dan pikiran.
Kita bisa melihat jelas seseorang yang pikirannya kacau mengakibatkan bahasanya kacau juga. Kadang juga jika seseorang sedang memikirkan sesuatu yang berat, yang bersangkutan tidak berselera untuk bicara. Ada juga yang berpendapat bahwa bahasa merupakan cerminan dari pikiran, apa yang dibicarakan adalah apa yang dipikirkan. Bahasa terbentuk dari pikiran, atau bentuk bahasa (secara individual dan spontan) meniru atau mengikuti bentuk pikiran atau ide.
C.     Bahasa dan Pikiran
Salah satu pakar Psikolinguistik yang mendalami kaitan antara bahasa dan pikiran adalah Soenjono. Dalam buku Psikolinguistik Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia, Soenjono berpendapat bahwa orang sudah lama sekali berbicara tentang otak dan bahasa.
Pendapat para ahli mengenai keterkaitan bahasa dan pikiran dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu :
1.      Ahli yang berpendapat bahwa bahasa mempengaruhi pikiran
Ahli yang mendukung hubungan ini adalah Benyamin Whorf dan gurunya, Edward Saphir. Menurut mereka pemahaman terhadap kata mempengaruhi pandangannya terhadap realitas. Pikiran kita dapat terkondisikan oleh kata yang kita gunakan. Whorf dalam Rahmat (2000) mengatakan bahwa keterkaitan antara bahasa dengan pikiran terletak pada asumsi bahwa bahasa mempengaruhi cara pandang manusia terhadap dunia, serta mempengaruhi pemikiran individu pemakai bahasa itu. Sebagai contoh Bangsa Jepang. Orang Jepang mempunyai pikiran yang sangat tinggi karena orang Jepang mempunyai banyak kosa kata dalam mejelaskan sebuah realitas. Hal ini membuktikan bahwa mereka mempunyai pemahaman yang mendetail tentang realitas
2.      Ahli yang berpendapat bahwa pikiran mempengaruhi bahasa
Pendukung pendapat ini adalah tokoh psikologi kognitif, Jean Piaget. Melalui observasi yang dilakukan oleh Piaget terhadap perkembangan aspek kognitif anak. Ia melihat bahwa perkembangan aspek kognitif anak akan mempengaruhi bahasa yang digunakannya. Semakin tinggi aspek tersebut semakin tinggi bahasa yang digunakannya.
3.      Ahli yang berpendapat bahwa bahasa dan pikiran saling mempengaruhi
Hubungan timbal balik antara kata-kata dan pikiran dikemukakan oleh Benyamin Vigotsky, seorang ahli semantik berkebangsaan Rusia yang teorinya dikenal sebagai pembaharu teori Piaget mengatakan bahwa bahasa dan pikiran saling mempengaruhi. Penggabungan Vigotsky terhadap kedua pendapat di atas banyak diterima oleh kalangan ahli psikologi kognitif.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kata-kata atau bahasa dan pikiran memiliki hubungan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling mempengaruhi. Di satu sisi kata-kata merupakan media yang digunakan untuk memahami dunia serta digunakan dalam proses berpikir, di sisi yang lain pemahaman terhadap kata-kata merupakan hasil dari aktifitas pikiran.
Bukti lain bahwa “Pikiran mempengaruhi bahasa” dapat dilihat pada orang yang kilir lidah dan penderita afasia. 
1.      Kilir Lidah
Kilir lidah adalah suatu fenomena dalam produksi ujaran di mana pembicara ‘terkilir’ lidahnya sehingga kata-kata yang diproduksi bukanlah kata yang dia maksudkan. Kesalahan yang berupa kilir lidah seperti kelapa untuk kepala menunjukkan bahwa kata ternyata tidak tersimpan secara utuh dan orang harus meramunya (Meyer dalam Soenjono, 2008:142). Dalam hal ini yang memiliki peran yang sangat besar dalam meramu sebuah kata agar antara langue dan parole itu sesuai adalah otak (pikiran). Biasanya kilir lidah terjadi pada waktu orang yang berbicara merasa gugup atau ketakutan, sehingga antara konsep yang ada di pikiran dengan bahasa yang diujarkan mengalami perbedaan.
2.      Afasia
Afasia adalah suatu penyakit wicara di mana orang tidak dapat berbicara dengan baik karena adanya penyakit pada otaknya. Penyakit ini pada umumnya muncul karena orang tersebut menderita stroke, yakni, sebagian otaknya kekurangan oksigen sehingga bagian tadi menjadi cacat (Soenjono, 2008:151). 
Penyebab afasia selalu berupa cedera otak. Pada kebanyakan kasus, afasia dapat disebabkan oleh pendarahan otak. Selain itu dapat juga disebabkan oleh kecelakaan atau tumor. Seseorang mengalami pendarahan otak jika aliran darah di otak tiba-tiba mengalami gangguan. Hal ini dapat terjadi melalui dua cara yaitu terjadi penyumbatan pada pembuluh darah dan kebocoran pada pembuluh darah. Untuk berkomunikasi dengan penderita afasia sebaiknya menggunakan bahasa isyarat, gambar, tulisan, atau dengan menunjuk.
Dari kedua contoh di atas, maka jelas ada keterkaitan antara pikiran dan bahasa. Sebelum bahasa diujarkan akan diproses terlebih dahulu di dalam otak.

TUGAS PRESENTASE
TEORI JOHN RUPERT FIRTH

Sebelumnya ada empat pandangan dari masing-masing ahli yaitu:
1.      Teori Ferdinand de Saussure, yang menganut paham psikologi kognitif, behavioristik, dan pragmatik
  1. Teori Leonard Bloomfield, yang tampak menganut psikologi behavioristik
  2. Teori John Rupert Firth, yang tampak menganut aliran pragmatistik;
  3. Teori Noam Chomsky, yang tampak menganut paham kognitif.
Keempat aliran itu mempunyai nama sendiri-sendiri sesuai dengan teori linguistiknya bukan psikologinya.
John Rupert Firth lahir 17 Juni 1890, Keighley, Yorkshire, Eng.-meninggal 14 Desember 1960, Lindfield, Sussex), ahli bahasa Inggris yang mengkhususkan diri dalam teori kontekstual makna dan analisis prosodi. Dia adalah pencetus "Sekolah Linguistik London."
Setelah menerima gelar MA dari University of Leeds (1913), Firth bergabung dengan Dinas Pendidikan India pada tahun 1915 dan menjabat sampai 1928. Dari 1916-1919 ia juga menjadi layanan militer di Afghanistan, Afrika, dan India dan, 1919-1928, adalah profesor bahasa Inggris di Universitas Punjab di Lahore. Pada tahun 1928 Firth menjadi dosen senior di fonetik di Universitas College, London. Dia memegang posisi mengajar di London School of Economics dan di Indian Institute, Oxford, pada tahun 1944 ia diangkat ke kursi pertama linguistik umum di Inggris di University of London, di mana ia mengajar sampai pensiun pada tahun 1956. Mulai tahun 1941, Firth memberikan kursus intensif di Jepang untuk personil militer, dia dianugerahi Order of the British Empire (1946). Selain buku-buku populer tentang linguistik. Kumpulan artikel yang paling penting, Makalah dalam Linguistik 1934-1951, muncul pada tahun 1957.
Pada Aliran Firthian. Nama John R. Firth terkenal karena teorinya mengenai fonologi prosodi. Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis.
Menurut Firth dalam kajian linguistik yang paling penting adalah konteks. Dalam teori Firth ada konteks fonologi, morfologi, leksikon, dan situasi. Bahasa adalah susunan dari konteks-konteks ini. Tiap-tiap konteks mempunyai peranan sebagai lingkungan untuk unsur-unsur atau unit-unit tiap tingkat bahasa itu. Susunan dari konteks-konteks ini membentuk satu keseluruhan dari kegiatan-kegiatan yang penuh arti. Maksudnya, tiap-tiap unsur pada tiap tingkatan mempunyai arti yang dapat dibedakan dan dianalisis.
Menurut Firth struktur bahasa itu terdiri dari lima tingkatan yaitu tingkatan fonetik, leksikon, morfologi, sintaksis, dan semantik. Yang menjadi unsur dalam tingkatan fonetik adalah fonem, yang menjadi unsur dalam tingkatan morfologi adalah morfem, yang menjadi unsur dalam tingkatan sintaksis adalah kategori-kategori sintaksis; dan yang menjadi unsur dalam tingkatan semantik adalah kategori-kategori semantik. Firth lebih memusatkan perhatian pada tingkatan fonetik dan tingkatan semantik. Sedangkan tingkatan lain kurang diperhatikan.
Fonem dapat dikaji dalam hubungannya dengan kata. Konteks fonologi terbatas pada bunyi-bunyi “dalam” yang terdapat pada kata. Bentuk yang meragukan pada satu tingkat, tidak selalu meragukan pada tingkatan lain.
Misalnya, bentuk /kèpala] dalam bahasa Indonesia. Pada tingkatan fonetik bentuk ini meragukan sebab ada beberapa makna kata kepala dalam bahasa Indonesia. Untuk menjelaskan, kita dapat beranjak ketingkatan yang lebih tinggi yaitu tingkatan morfologi atau sintaksis atau semantik. Dalam konteks morfologi bentuk kepala kantor ataupun keras kepala tidak meragukan lagi.
Arti atau makna menurut teori Firth adalah hubungan antara satu unsur pada satu tingkatan dengan konteks unsur itu pada tingkatan yang sama. Jadi, arti tiap kalimat terdiri dari lima dimensi, yaitu berikut ini.
1.      Hubungan tiap fonem dengan konteks fonetiknya (hubungan fonem satu sama lain dalam kata).
2.      Hubungan kata-kata satu sama lain dalam kalimat.
3.      Hubungan morfem pada satu kata dengan morfem yang sama pada kata lain, dan hubungannya dengan kata itu.
4.      Jenis kalimat clan bagaimana kalimat itu digolongkan.
5.      Hubungan kalimat dengan konteks situasi.
Ada dua jenis perkembangan dalam ilmu linguistik yang selalu dikaitkan dengan Firth, Yaitu (a) teori konteks situasi untuk menentukan arti, (b) analisis prosodi dalam fonologi. Teori konteks situasi ini menjadi dasar teori linguistik Firth; beliau menolak setiap usaha untuk memisahkan bahasa dari konteksnya dalam kehidupan manusia dan budaya. Firth menekankan bahwa makna merupakan jantung dari pengkajian bahasa. Semua analisis linguistik dan pernyataan-pernyataan tentang linguistik haruslah merupakan analisis dan pernyataan mengenai makna. Dalam hal ini beliau memperkenalkan dua kolokasi untuk menerangkan arti, yaitu arti gramatikal clan arti fonologis. Arti Gramatikal adalah peranan dari unsur-unsur tata bahasa di dalam konteks gramatikal dari yang mendahului dan mengikuti unsur-unsur itu di dalam kata atau konstruksi (gagasan) dan dari unsur-unsur tata bahasa yang bersamaan di dalam paradigma-paradigma. Jadi, arti menurut kolokasi adalah abstraksi sintagmatik. Umpama dalam kalimat bahasa Inggris “She liked me”. Arti gramatikal liked adalah peranan atau hubungannya dengan she dan me; dan juga hubungannya dengan like dan likes pada tingkatan paradigmatik. Arti fonologi adalah peranan atau hubungan dari unsur-unsur fonologi di dalam konteks fonologi dari struktur suku-kata dan unsur-unsur lain yang bersamaan secara paradigmatik yang dapat berperanan dalam konteks yang serupa.
Salah satu dimensi arti dari lima dimensi seperti yang disebutkan di atas adalah dimensi hubungan kata-kata; hal ini tidak boleh dipisahkan dari konteks situasi dan budaya. Arti satu tergantung dari kolokasi yang mungkin dari kata itu. Umpamanya, salah satu arti kata malam adalah kolokasinya dengan gelap, dan sebaliknya gelap berkolokasi dengan malam. Jadi, jelas arti sebuah kata ditentukan oleh konteks linguistiknya.
Sebagai linguis Firth dikenal juga sebagal tokoh analisis prosodi atau fonologi prosodi. Menurut Firth analisis prosodi dapat digunakan untuk menganalisis bahasa dan membuat pernyataan-pernyataan yang sistematis dari analisis ini yang didasarkan pada penelitian yang mendalam terhadap data bahasa serta menggunakan istilah-istilah dan kategori­kategori yang sesuai. Analisis prosodi ini menganggap ada dua jenis fonologi, yaitu berikut ini.
1.      Unit-unit fonematik yang terdiri dari konsonan-konsonan segmental dan unsur-unsur vokal yang merupakan maujud-maujud yang dapat saling menggantikan dalam bermacam-macam posisi pada suku kata Yang berlainan.
2.      Prosodi-prosodi yang terdiri dari fitur-fitur atau milik-milik struktur Yang lebih panjang dari satu segmen, baik berupa perpanjangan fonetik, maupun sebagai pembatasan struktur secara fonologi, seperti suku kata atau kata_ Prosodi-prosodi ini merupakan maujud yang menjadi ciri khas suku-suku kata secara keseluruhan, dan tidak dapat saling menggantikan.
Ke dalam perpanjangan fonetik ini termasuk semua fonem supra­segmental dari fitur-fitur seperti nasalisasi, glotalisasi, dan retrofleksi yang biasanya tidak diikutsertakan dalam analisis fonetik terutama analisis fonetik menurut linguistik struktural Amerika
Secara singkat bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan prosodi menurut teori Firth adalah struktur kata beserta ciri-ciri khas lagu kata itu sebagai sifat-sifat abstraksi tersendiri dalam keseluruhan fonologi bahasa itu. Jadi, yang termasuk ke dalam fitur-fitur prosodi satu kata adalah:
1.      Jumlah suku kata
2.      Hakikat suku katanya: terbuka atau tertutup
3.      Kualitas suku-suku kata
4.      Urutan suku-suku kata
5.      Urutan bunyi-bunyi vocal
6.      Tempat, hakikat, dan kuantitas bunyi-bunyi penting
7.      Kualitas “gelap” atau “terang” dari suku-suku kata
8.      Ciri-ciri hakiki lagu suku kata dan juga potongan kalimat tempat kata itu terdapat
9.      Semua sifat yang menyangkut struktur suku kata, urutan suku kata, dan keharmonisan suku kata dalam kata, potongan kalimat, dan keseluruhan kalimat.
Pada tahun (1890-1960) seorang guru besar pada Universitas London yang bernama John R. Firth telah mengemukakan sebuah teorinya mengenai fonologi prosodi. Karena itulah, teori yang dikembangkannya tersebut kemudian dikenal dengan nama aliran Forosodi; tetapi disamping itu dikenal pula dengan nama aliran firth, atau aliran Firthian, atau aliran London.
Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk  menentukan arti pada  tataran fonetis. Dimana fonologi prosodi tersebut terdiri dari satuan-satuan fonematis berupa unsur-unsur segemental; yakni konsonan, vokal, sedangkan satuan prosodi berupa ciri-ciri atau sifat-sifat struktur yang lebih panjang daripada suatu segmen tunggal.
Aliran London atau biasa juga disebut fonologi prosodi adalah  suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Dimana arti pada pokok tataran fonematis tersebut yaitu berupa unsur-unsur segemental (consonant  dan vokal).
Dan adapun pokok-pokok prosodi tersebut terbagi atas tiga macam yakni sebagai berikut:
  • Frosodi yang menyangkut gabungan fonem; struktur kata, struktur suku kata, gabungan konsonan dan gabungan vokal
  • Frosodi yang terbentuk oleh sendi atau jeda artinya jeda atau persendian mempunyai hubungan erat dengan hentian bunyi dalam arus ujar. Kenapa disebut jeda? Yakni karena ditempat perhentian itulah terjadinya persambungan antara segmen  yang satu dengan segmen yang lainnya.
Jeda ini bersifat penuh dan dapat juga bersifat sementara, sedangkan seni biasanya dibedakan adanya sendi dalam (internal juncture) atau sendi luar (open juncture), dimana sendi dalam menunjukkan batas  yang lebih besar dari segmen silabel. Dalam hal ini, biasanya dibedakan:
  1. Jeda antara kata dalam frase diberi tanda berupa garis miring tunggal (/)
  2. Jeda antara frase dalam klausa diberi tanda berupa garis miring ganda (//)
  3. Jeda antara kalimat dalam wacana diberi tanda berupa garis silang ganda (#)
Sehingga dapat diketahui bersama bahwa dalam bahasa Indonesia sangat penting karena tekanan dan jeda itu dapat mengubah makna kalimat
  • Frosodi yang realisasi fonetisnya melampaui yang lebih besar dari pada fonem-fonem sopra segmental. Artinya bahwa arus ujaran merupakan tuntutan bunyi sambung bersambung terus menerus diselang-seling dengan jeda singkat atau jeda agak singkat, disertai dengan keras lembut bunyi, tinggi rendah bunyi, panjang pendek bunyi dan sebagainya. Dalam arus ujaran itu ada bunyi yang dapat disegmentasikan sehingga disebut bunyi segmental; tetapi berkenaan dengan keras lembut, panjang pendek, dan jeda bunyi tidak dapat disegmentasikan. Bagian dari bunyi tersebut disebut bunyi supra segmental atau prosodi. Dalam studi mengenai bunyi atau unsur supra segmental ini biasanya dibedakan pula atas; tekanan atau stress, nada atau pitch, jeda atau persendian.

TUGAS 3

PERCAKAPAN
Tri       : “Eh, keluar betul ki pemainnya Ceribelle Nay?”
Nia      : “Iya, dua orang. Tri kah ketinggalannya deh!”
Fitri     : “Maklum tidak ada wadeng TV na kamseupai kasiaaan.”
Tri       : “Hahahah ioh kodong, maklummeko itu.”
Juli       : “Apakah itu TV, ada suara tidak ada gambar.”
Nia      : “Ayomi pale ikut audisinya.”
Tri       : “Ada kah?”
Fitri     : “Ada, ayomi.”
Tri       : “Aiiih, teyajja nakke deh! Kaumo tiga orang yang ikut, nanti saya toh yang jadi
  manajernu.”
Fitri     : “Ioh, baru ambil memang mi gaya yang kerenmu Nia, Juli.”
Iin        : “Aiihhh, belumpeko masuk di pintu na disurumeko itu keluar jurina. Hahhahaha.”
Iin        : “Iyo, karena tidak cocok sekali kau itu tiga orang pergi ikut begitu. Kalau pergi
  melawak cocokji.”
Fitri     : ”Jadi? Gue harus bilang WAWW gitu?”
Nia, Tri, Juli and Fitri            : “WAAWW. Hahahahaha.”
Uni      : “Edd, tongolomeki e.”
Tri       : “Hahahah, lapar ka we.”
Fitri     : “Saya juga kasiaan.”
Nia      : “Biarmi kasiaan matikiiii tidak makankiiii.”
Fitri     : “Siapa kasiaan ada nasinyaaa.”
Juli       : “Kasiaaaaaaannnn, matimeki kasiaaaann dak makan.”
Iin        : “Matimeko saja semua.”
Tri       : “Hahahahah masih banyak dosamu semua, janganmeko dulu mati.”
Uni      : “Kenapakah bahas-bahas mati lagi orang?”
Nia      : “Ioh. Ujung-ujungnya nanti Surga dan Neraka lagi itu dibahas.”
Tri       : “Mauka pale saya pergi masak. Siapaaa mau sudahkuuu?” (berteriak)
ALL     : “SAYAAAAA.”
Tri       : “HAHAHAHAHAHHA.”
ANALISIS PERCAKAPAN
Pada percakapan diatas akan dianalisis mengenai teori John Rupert Firth. Menurut Firth dalam kajian linguistik yang paling penting adalah konteks. Dalam teori Firth ada konteks fonologi, morfologi, leksikon, dan situasi. Bahasa adalah susunan dari konteks-konteks ini. Tiap-tiap konteks mempunyai peranan sebagai lingkungan untuk unsur-unsur atau unit-unit tiap tingkat bahasa itu. Susunan dari konteks-konteks ini membentuk satu keseluruhan dari kegiatan-kegiatan yang penuh arti. Maksudnya, tiap-tiap unsur pada tiap tingkatan mempunyai arti yang dapat dibedakan dan dianalisis.
A.    ANALISIS
Tri        : “Eh, keluar betul ki pemainnya Ceribelle Nay?”
             (Keluar maksudnya bukan berarti keluar melewati pintu, namun dalam kalimat yang dikatakan oleh Tri, keluar memiliki makna mengundurkan diri)
Nia       : “Iya, dua orang. Tri kah ketinggalannya deh!”
            (Ketinggalan yang dimaksudkan Nia, bukan berarti orang yang ditinggalkan. Tapi makna dari kata tersebut sesuai dengan percakapan sebelumnya berarti seseorang yang kurang informasi)
Fitri      : “Maklum tidak ada wadeng TV na kamseupai kasiaaan.”
              (Kamseupai merupakan bahasa remaja, singkatan dari Kampungan sekali uhh payah iuhh. Pada pernyataan Fitri, dia menyindir bahwa Tri kurang menemukan informasi dari TV.)
Tri        : “Hahahah ioh kodong, maklummeko itu.”
Juli       : “Apakah itu TV, ada suara tidak ada gambar.”
              (“Ada suara tidak ada gambar”. Jika dipenggal satu persatu kalimatnya, maka maknanya akan berbeda. Adapun makna yang akan terjadi yaitu:
§  Ada suara/tidak ada gambar -> Sesuatu yang mengeluarkan bunyi. Tapi tidak tau bentuk dan rupa sesuatu apa yang mengeluarkan bunyi itu.
§  Ada suara tidak/ada gambar -> seseorang bertanya bahwa apakah ada suara atau tidak, karena ada gambar yang terdapat.
Nia       : “Ayomi pale ikut audisinya.”
             (Pernyataan Nia, mengalihkan kembali pada permasalahan inti yang membahas mengenai Ceribelle)
Tri        : “Ada kah?”
Fitri      : “Ada, ayomi.”
Tri        : “Aiiih, teyajja nakke deh! Kaumo tiga orang yang ikut, nanti saya toh yang jadi
  manajernu.”
(“Aihhh teyajja nakke deh!”. Pernyataan ini juga dapat di pisah-pisah dan memberikan pengertian yang berbeda-beda sesuai dengan konteksnya. Adapun pengertian itu sebagai berikut:
§  Aihh/teyajja nakke deh! -> sangat tidak mau.
§  Aihh teyajja/nakke deh! -> sangat mau.
Fitri      : “Ioh, baru ambil memang mi gaya yang keren mu Nia, Juli.”
             (Kata ambil bermakna sebagai mempersiapkan. Menurut konteks pernyataan Fitri bahwa dia, Nia, dan Juli harus mempersiapkan gaya yang baik untuk ikut audisi.)
Iin        : “Aiihhh, belumpeko masuk di pintu na disurumeko itu keluar sama jurina. Hahhahaha.”
             (Pernyataan Iin tiba-tiba membuat suasana menjadi heboh dengan lelucon yang dibuatnya, sekaligus ada makna yang tersirat yaitu menyindir Fitri, Nia, dan Juli kalau mereka tidak punya kemampuan apa-apa untuk ikut audisi Ceribelle)
Uni       : “Iyo, karena tidak cocok sekali kau itu tiga orang pergi ikut begitu. Kalau pergi melawak
  cocokji.”
(Pernyataan yang dilontarkan Uni lebih mempertegas pernyataan yang dikatakan Iin. Itu artinya Uni setuju dengan maksud dari perkataan Uni)
Fitri      : “Jadi? Gue harus bilang WAH gitu?”
             (“Gue harus bilang WAH gitu” merupakan inspirasi dari sinetron Putih Abu-abu di SCTV. Maksud dari kalimat yang dikatakan Fitri dari konteks tersebut bahwa dia sangat tidak suka dengan apa yang dikatakn oleh Iin dan Uni.)
Nia, Tri, Juli and Fitri  : WAUHHH. Hahahahaha.
Uni       : “Edd, tongolomeki e.”
             (Merasa risih dengan tingkah laku dari Tri, Nia, Fitri, dan Juli.)
Tri        : “Hahahaha, lapar ka we.”
              (Membuat suasana menjadi berubah untuk menghindari pertengkaran antara teman-temannya. Dia bermaksud untuk mengalihkan pembicaraan walaupun sebenarnya dia tidak lapar.)
Fitri      : Saya juga kasiaan.”
Nia       : Biarmi kasiaan matikiiii tidak makankiiii.”
Fitri      : Siapa kasiaan ada nasinyaaa.”
Juli       : Kasiaaaaaaannnn, matimeki kasiaaaann dak makan.”
              (Kalimat-kalimat yang tercetak tebal merupakan kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan oleh mereka ditengah-tengah percakapan untuk membuat suasana lebih seru. Fitri hanya memancing dengan kata kasiaaan. Kemudian dengan respek Nia dan Juli mengerti maksud dari apa yang dikatakan oleh Fitri.)
Iin        : “Matimeko saja semua.”
              (Masih dalam kondisi yang senang untuk menyindir.)
Tri        : “Hahahahaha masih banyak dosamu semua, janganmeko dulu mati.”
             (Mengikuti konteks pernyataan dari Iin, padahal konteks sebelumnya yang dia katakanasangat berbeda dengan pernytaannya lagi.)
Uni       : “Kenapakah bahas-bahas mati lagi orang?”
Nia       : “Ioh. Ujung-ujungnya nanti surga dan neraka lagi itu dibahas.”
Tri        : “Mauka pale saya pergi masak. Siapaaa mau sudahkuuuu?” (Berteriak)
              (Merubah konteks percakapan pada konteks sebelumnya yang dia utarakan sendiri.)
ALL      : “SAYAAAAA.”
Tri        : “HAHAHAHAHAHHA.”
B.    Laporan Kegiatan
Lokasi  : Jalan Daeng Tata VII No. 4 (Pondok Andi Nur)
Hari     : Sabtu, 14 April 2012.
Waktu : Pukul 19.30-selesai.
Pemain: Tri, Fitri, Nia, Juli, Uni, dan Iin.
AS 2

Tidak ada komentar:

Posting Komentar