Nur Azisah_105104031

Tugas 1
1.      Apakah bahasa memengaruhi perilaku manusia?

Menurut pendapat saya, bahasa itu dapat memengaruhi perilaku manusia. Mengapa saya mengatakan demikian? Karena bahasa itu adalah salah satu sifat dan ciri manusia dan jelas bahasa dapat memengaruhi perilaku pengguna atau pemakainya. Contoh dalam keseharian kita saja dapat kita perhatikan ketika kita melatih gaya bicara yang santun, otomatis tanpa disadari pemakai bahasa tersebut juga akan memiliki sifat santun dalam berbicara atau berbahasa, itu merupakan salah satu contohnya saja. Lingkungan juga sangat berpengaruh pada bentuk pola bahasa apa yang akan digunakan si petutur.


2.   Berikan contoh dalam kehidupan sehari-hari ‘bahasa dan realita’, dan ‘bahasa dan perilaku’!

Contoh bahasa dan realita, 'kata pintu' kata pintu merupakan kata yang sudah di setujui penggunaannya secara umum, yang pengertiannya merupakan sebuah benda yang digunakan untuk melindungi rumah dan tempat masuk serta keluarnya penghuni. Sebenarnya kata pintu bisa saja diganti dengan kata tupin, ataukah kata untip bergantung pada orang yang menggunakannya. Akan tetapi, kata ini sudah disepakati secara konvensional oleh orang Indonesia.

Contoh selanjutnya, bahasa dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari kita dapat dengan mudah mengetahui bagaimanakah perasaan teman kita saat itu. Contohnya saja ketika kita memanggil teman kita dan kita hanya dapat mendengar suaranya saja tetapi dengan intonasi yang sangat lemah dan parau, itu menandakan bahwa orang itu sedang bersedih atau sebagainya.



Tugas 2
1.    Tulislah ide-ide rasional Anda beserta teori yang mendukung pernyataan Anda, apakah bahasa
memengaruhi pikiran, pikiran memengaruhi bahasa, atau bahasa dan pikiran saling memengaruhi?
Jawab: Pendapat saya sejalan dengan teori dari Jean Piaget yang mengemukakan bahwa pikiranlah yang membentuk bahasa. Ya, saya sangat setuju dengan teori tersebut karena bahasa yang tidak dilandasi oleh berpikir terlebih dahulu itu sulit dimengerti dan kadang tidak sejalan dengan pembicaraan. Orang yang berbicara tanpa dilandasi dengan berpikir itu seperti orang tidak waras (dewasa) dan anak bayi, itu menurut saya. Contoh rasional saya kalau pikiran memengaruhi bahasa yaitu ketika kita ingin menggunakan computer yang memiliki aplikasi Microsoft word, tentu saja kita akan berpikir terlebih dahulu bagaimana cara menggunakannya, dengan cara mengutak-atiknya terlebih dahulu, lalu pada tahap selanjutnya kita akan mengetik apa yang akan kita tulis, nah disinilah peran pikiran sangat tampak, berpikir sebelum menulis merupakan salah satu contoh bahwa pikiran membentuk bahasa. :D



TUGAS INDIVIDU BAGIAN III
Menganalisi sebuah percakapan dengan menggunakan tiga teori:
1.       Teori Ferdinand de Saussure
2.       Teori Leonard Bloomfield
3.       Teori John Ruppert Firth

Tempat  : Rumah
Hari       : Rabu
Waktu   : 21.27 WITA
Azisah   : Apa ko bikin itu dil?
Dila        : Oh, ini? Mauka kerja tugas fisikaku, nasuruhka guruku telitiki ini buah anggur.
Azisah   : Apami nabilang gurumu bede’? diapaiki dulu itu percobaanmu?
Dila        : Anu, pertama-tama ambilki dulu air lalu dituangkanmi di wadah toh! Baru, diberimi warna hijau supaya jelaski nanti kalo ada apa-apa, apakah itu perubahan warna atau bagaimana nantinya, lalu dituangkanmi sirup DHT !
Azisah   : hahhh? Sirup ! apa tong itu, kurang kerjaannya mi ! na kirako mungkin orang kaya.
Dila        : Bukan begitu, masalahnya toh kalo sirup DHT itu kentalki, jadi bagus dipake kalo percobaan kayak beginiki.
Azisah   : Adakah hubungannya dengan kental nda kental apa-apa? Sama ji kalli’, sama-sama ji mencair nanti. Kan airji itu DHT!
Dila        : Astaga. Itu yang disuruhkanka sama guruku, mami diapai, fotomi saja kalo sudahmi nanti percobaanku supaya ada bukti yang bisa yakinkan i beliau kalo sudah ku ikutiji intruksinya.
Azisah   : Iya, kasi begitumi saja. Daripada na bikin pusing jeko! Baru diapaimi lagi?
Dila        : Selanjutnya toh, dikasimi dibagian paling atasnya cairan e minyak. Baru di celupkanmi ini anggur.
Citra      : Kalo nda salah itu hukum Archimedes deh, tapi nda seperti itu caranya, kalo menurutku toh kalo percobaan archimedes itu yang suatu benda yang memiliki massa yang cukup berat masuk kedalam air baru ketika masuk mi itu benda keair maka airnya akan tumpah karena melibihi batas wadah.
Dila        : Oh, iyo itumi cit! Tapi yang nasuruhkanka guruku kayak begitumi intruksinya. Jadi saya juga bingung ini, tapi biarmi kasi begini mi dulu, siapa tau ada maksudnya guruku suruhka begini.
Azisah   : Iya, cocokmi itu. Ikutimi dulu apa yang nasuruhkanko gurumu.

A.      Analisis Percakapan Berdasarkan Teori Ferdinand de Saussure
                  De Saussure menjelaskan bahwa speech act atau tindak tutur merupakan suatu rangkaian hubungan antara dua orang atau lebih. Tindak tutur terdiri dari dua bagian kegiatan yaitu bagian luar dan bagian dalam. Bagian luar dibatasi oleh mulut dan telinga. Hal itu dapat dicontohkan melalui potongan percakapan di atas seperti ketika Azisah bertanya kepada Dila, “Apa ko bikin itu dil?” Azisah berperan sebagai pembicara mengeluarkan bunyi-bunyian berupa bahasa dari mulutnya. Dila yang berperan sebagai pendengar menangkap bunyi-bunyian dari Azisah melalui telinganya. Kemudian setelah diproses dibagian luar, tindak tutur akan diproses ke bagian dalam yang dibatasi oleh akal dan pikiran yang terdapat di dalam otak pembicara dan pendengar. Hal ini dapat dicontohkan ketika Azisah bertanya dan berperan sebagai pembicara dengan mengeluarkan bunyi-bunyi yang telah terkonsep di dalam otaknya dan Dila yang berperan sebagai pendengar kemudian memahami konsep yang ada di dalam otak Azisah dengan mendengarkan bunyi-bunyian tersebut lalu memroses bunyi-bunyi itu di dalam otaknya dalam bentuk impuls sehingga Dila dapat mengerti pertanyaan dari Azisah. Hal ini juga berlaku ketika Dila yang menjadi pembicara kemudian Azisah yang menjadi pendengar.

B.      Analisis Percakapan Berdasarkan Teori Leonard Bloomfield
Bloomfield yang menganut paham behaviorisme menerangkan makna (semantic) dengan rumus-rumus behaviourisme tersebut. Unsur-unsur linguistik diterangkannya berdasarkan distribusi unsur-unsur tersebut di dalam lingkungan unsur-unsur itu. Distribusi dapat diamati secara langsung sedangkan makna tidak dapat.
Pada percakapan di atas Azisah bertanya kepada Dila,” Apa ko bikin itu dil?” karena ketika melihat sepupunya itu, Azisah penasaran untuk mengetahui hal yang dilakukan oleh sepupunya tersebut. Ketika melihat sepupunya, hal tersebut merupakan stimulus yang dialami Azisah. Kemudian otak Azisah memroses kejadian dari melihat Dila sampai bertanya kepadanya. Perilaku Azisah ketika bertanya kepada Dila merupakan respon dari stimulus ketika melihat Dila. Azisah lalu menghasilkan bunyi-bunyian ketika bertanya kepada Dila. Perilaku Dila ketika mendengarkan bunyi-bunyian atau suara yang dikeluarkan oleh Azisah merupakan stimulus di dalam otak Dila. Otak Dila memroses bunyi suara Azisah di otaknya sampai bertindak dengan menjawab sebagai respon dari stimulus tadi.
Jadi, dari keterangan di atas bahwa teori Bloomfield hanya mengkaji bagian ketika bunyi-bunyi atau suara mulai dikeluarkan dari mulut sang pembicara. Hal tersebut disebabkan karena dapat diamati dan diobservasi secara konkret. Bloomfield yang menganut paham behaviourisme mengganggap bahwa perilaku dalam bertuturlah yang menjadi bagian penting dalam kajian linguistik.

C.      Analisis Percakapan Berdasarkan Teori John Rupert Firth
Firth mengatakan bahwa kajian linguistik yang paling penting adalah konteks. Dalam teori Firth ada konteks fonologi, morfologi, leksikon, dan situasi. Namun, Firth lebih memusatkan perhatian hanya pada tingkatan fonetik dan tingkatan semantik. Misalnya, pada percakapan di atas ketika Dila mengatakan,” Astaga’!Itu yang disuruhkanka sama guruku, mami diapai, fotomi saja kalo sudahmi nanti percobaanku supaya ada bukti yang bisa yakinkan i beliau kalo sudah ku ikutiji intruksinya.” tentu akan sangat membingungkan ketika kata Astaga’tersebut berdiri sendiri. Kata Astaga’ tersebut dapat menimbulkan makna-makna yang berlainan. Maka untuk menjelaskannya, kita dapat melangkah ke tingkat yang lebih tinggi yaitu tingkatan sintaksis. Dalam konteks sintaksis, kata Astaga’ini akan dirangkaian dalam sebuah kalimat ataupun wacana lisan seperti percakapan di atas. Jika kata Astaga’ itu dihubungkan dengan kalimat pernyataan sebelumnya, maka dengan mudah akan diketahui bahwa Astaga’ itu mengandung pengertian bahwa dila mulai kesal dengan apa yang diungkapkan oleh Azisah. Dalam hal ini, karena wacana yang digunakan adalah wacana lisan, maka dapat dimaklumi jika terdapat banyak kata-kata ataupun kalimat-kalimat yang tidak lengkap tetapi dapat dimengerti antara pembicara dan pendengar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar