Tugas
I Apresiasi Puisi Indonesia
1. Buatlah
sebuah contoh pantun yang di dalamnya terdapat nama Anda!
2. Buatlah
sebuah contoh syair!
Jawaban:
1. Kalau
pergi ke kota Luwu
Singgah sebentar di Siwa
Karena Ani masih punya malu
Maka tak pernah berkata dusta
2. Dunia
ini sudah tua
Jangan sampai kita ikut celaka
Mari kita tingkatkan taqwa
Kepada Tuhan yang Maha Esa
Mari kita perbanyak dzikir
Kepada Allah yang Maha Basir
Agar kita selalu berpikir
Dijauhkan dari sifat kikir
Hidup ini hanya sementara
Semua makhluk kan pasti binasa
Jangan sampai kita tergoda
Oleh tipu daya dunia
PSIKOLINGUISTIK
Tugas
1 Psikolinguistik
1. Apakah
bahasa memengaruhi perilaku manusia?
Jawab:
Menurut
saya bahasa dapat memengaruhi perilaku manusia. Bahasa memberikan satu nuansa
tertentu pada sebuah ide. Bahasa adalah instrumen yang membentuk dan membangun
ide kreatif dari pikiran. Melalui bahasa ide menjadi objektif, yang semula
berada di angan-angan, kemudian menjadi konkret. Sekali individu memberikan
bentuk berupa kata-kata pada idenya, ide ini akan menjadi objek bagi dirinya
sendiri sebagai kata-kata yang terdengar (audible) sehingga mudah diakses oleh
masyarakat. Bahasa juga memaksakan pandangan konseptual pemakai bahasa karena
secara tidak langsung manusia mengevaluasi realita berdasarkan bahasa yang
manusia miliki. Dengan cara seperti inilah bahasa memengaruhi pikiran dan
tindakan atau perilaku manusia. Bahasa mencetak pikiran-pikiran orang yang
memakainya, sehingga dari pikiran-pikiran tersebut terbentuklah tindakan atau perilaku
manusia. Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan
atau lingkungan. Pelaziman dapat mengubah perilaku seseorang. Jadi, bahasa yang
digunakan secara berulang dapat membentuk perilaku seseorang.
2. Berikan
contoh dalam kehidupan sehari-hari mengenai
a. Bahasa dan Realita
b. Bahasa dan Perilaku
a. Bahasa dan Realita
b. Bahasa dan Perilaku
Jawab:
a. Bahasa dan Realita
a. Bahasa dan Realita
Seseorang
manyaksikan sebuah pertunjukan drama, kemudian ia menceritakan mengenai
pertunjukan drama tersebut kepada orang lain. Kedua orang tersebut akan
memiliki representasi mental mengenai pertunjukan tersebut, meskipun demikian
representasi mental pada kedua orang itu berbeda karena ada yang menyaksikan
secara langsung dan ada yang melalui pemberitahuan orang lain. Disadari atau
tidak dalam proses penerimaan informasi tersebut, ternyata kita telah melakukan
penyaringan (filter)
atas informasi yang masuk. Dalam proses filter bisa terjadi penghapusan terhadap
hal-hal yang mungkin kita anggap tidak penting. Bisa juga melakukan
perbandingan dengan bebagai pengalaman sebelumnya sehingga bisa terjadi proses
generalisasi dan penyimpangan terhadap fakta-fakta yang ada.
b. Bahasa dan Perilaku
b. Bahasa dan Perilaku
Seseorang
selalu berkata-kata kasar dalam berbicara, hal itu dapat menunjukkan bahwa
orang tersebut berperilaku kurang sopan. Orang lain akan menilainya demikian karena
bahasa yang dia sering gunakan kurang sopan.
Contoh lain
dalam agama Islam diwajibkan memberi salam ketika bertemu dengan orang lain. Ketika
hal itu terus kita dengar dan menjadi lazim bagi kita, maka kita juga akan
terbiasa menggunakan salam saat bertemu dengan orang lain.
TEORI
SAPIR-WHORF
Bahasa adalah medium
tanpa batas yang membawa segala sesuatu di dalamnya, yaitu segala sesuatu mampu
termuat dalam lapangan pemahaman manusia. Oleh karena itu, memahami bahasa akan
memungkinkan untuk memahami bentuk-bentuk pemahaman manusia. Bahasa adalah
media manusia berpikir secara abstrak dimana objek-objek faktual
ditransformasikan menjadi simbol-simbol bahasa yang abstrak. Dengan adanya
transformasi ini maka manusia dapat berpikir mengenai sebuah objek, meskipun
objek itu tidak terinderakan saat proses berpikir itu dilakukan olehnya.
Seorang filosof, H.G.
Gadamer, menyatakan bahwa status manusia tidak dapat melakukan apa-apa tanpa
menggunakan bahasa. Ludwid van Wittgenstein mengatakan bahwa batas dunia
manusia adalah bahasa mereka.
Sebuah uraian yang
cukup menarik mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikiran dinyatakan oleh
Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf. Sapir dan Whorf melihat bahwa pikiran
manusia ditentukan oleh sistem klasifikasi dari bahasa tertentu yang digunakan
manusia. Sapir dan Whorf menguraikan dua hipotesis mengenai keterkaitan antara
bahasa dan pikiran.
1. Hipotesis
pertama adalah linguistic relativity hypothesis
(hipotesis relativitas bahasa) yang menyatakan bahwa perbedaan struktur bahasa
secara umum paralel dengan perbedaan kognitif non bahasa. Perbedaan bahasa
menyebabkan perbedaan pikiran orang yang menggunakan bahasa tersebut.
2. Hipotesis
kedua adalah linguistic determinism
yang menyatakan bahwa struktur bahasa mempengaruhi cara individu mempersepsi
dan menalar dunia perseptual. Dengan kata lain, struktur kognisi manusia
ditentukan oleh kategori dan struktur yang sudah ada dalam bahasa.
Edward Sapir
(1884-1939) linguis Amerika memiliki pendapat yang hampir sama dengan Von
Humboldt. Sapir mengatakan bahwa manusia hidup di dunia ini di bawah “belas
kasih” bahasanya yang telah menjadi alat pengantar dalam kehidupannya
bermasyarakat. Menurut Sapir, telah menjadi fakta bahwa kehidupan suatu
masyarakat sebagian “didirikan” di atas tabiat-tabiat dan sifat-sifat bahasa
itu. Karena itulah, tidak ada dua bahasa yang sama sehingga dapat dianggap
mewakili satu masyarakat yang sama.
Setiap bahasa dari satu
masyarakat telah “mendirikan” satu dunia tersendiri untuk penutur bahasa itu.
Jadi, berapa banyaknya masyarakat manusia di dunia ini adalah sama banyaknya
dengan jumlah bahasa yang ada di dunia ini. Dengan tegas Sapir juga menyatakan
apa yang kita lihat, kita dengar, kita alami, dan kita perbuat sekarang ini
adalah karena sifat-sifat (tabiat-tabiat) bahasa kita telah menggariskannya
terlebih dahhulu.
Benjamin Lee Whorf
(1897-1941), murid Sapir, menolak pandangan klasik mengenai hubungan bahasa dan
berpikir yang mengatakan bahwa bahasa dan berpikir merupakan dua hal yang berdiri
sendiri-sendiri. Pandangan klasik juga mengatakan meskipun setiap bahasa
mempunyai bunyi-bunyi yang berbeda-beda, tetapi semuanya menyatakan
rumusan-rumusan yang sama yang didasarkan pada pemikiran dan pengamatan yang
sama. Dengan demikian semua bahasa itu merupakan cara-cara pernyataan pikiran
yang sejajar dan saling dapat diterjemahkan satu sama lain.
Sama halnya dengan Von
Humboldt dan Sapir, Whorf juga menyatakan bahwa bahasa menentukan pikiran
seseorang sampai kadang-kadang bisa membahayakan dirinya sendiri. Sebagai
contoh, whorf yang bekas anggota pemadam kebakaran menyatakan “kaleng kosong”
bekas minyak bisa meledak. Kata kosong
digunakan dengan pengertian tidak ada minyak di dalamnya. Padahal sebenarnya
ada cukup efek-lepas (after effect)
pada kaleng bekas minyak untuk bisa meledak. Jika isi kaleng dibuang, maka
kaleng itu akan kosong, tetapi dalam ilmu kimia hal ini tidak selalu benar.
Kaleng minyak yang sudah kosong masih bisa meledak kalau terkena panas. Di
sinilah, menurut Whorf, tampak jalan pikiran seseorang telah ditentukan
bahasanya.
Menurut Whorf
selanjutnya sistem tata bahasa suatu bahasa bukan hanya merupakan alat untuk
mengungkapkan ide-ide, tetapi juga merupakan pembentuk ide-ide itu, merupakan
program kegiatan mental seseorang, penentu struktur mental seseorang. Dengan
kata lain, tata bahasalah yang menentukan jalan pikiran seseorang, bukan
kata-kata. Hipotesis Sapir-Whorf tampak lebih memfokuskan pada hubungan antara
tata bahasa dan pikiran manusia, bukan kata-kata (Chaer, 2009:53).
Setelah meneliti bahasa
Hopi, salah satu bahasa Indian di California Amerika Serikat, dengan mendalam,
Whorf mengajukan satu hipotesis yang lazim disebut hipotesis Whorf (atau juga
hipotesis Sapir-Whorf) mengenai relativitas bahasa. Menurut hipotesis itu,
bahasa-bahasa yang berbeda “membedah” alam ini dengan cara yang berbeda,
sehingga terciptalah satu relativitas sistem-sistem konsep yang tergantung pada
bahasa-bahasa beragam yang digunakan oleh berbagai kelompok masyarakat.
Hipotesis relativitas
linguistik beranggapan bahwa bahasa hanya refleksi dari pikiran yang memunculkan
makna. Bahasa memengaruhi pikiran, sehingga muncul ungkapan bahwa bahasa
memengaruhi cara berpikir penuturnya. Determinisme linguistik adalah klaim
bahwa bahasa menentukan atau sangat memengaruhi cara seseorang berpikir atau
mempersepsi dunia. Whorf sangat terkesan oleh kenyataan bahwa masing-masing
bahasa menekankan pada perbedaan struktur berdasarkan perbedaan aspek dunia
sebagai landasan pembentukan struktur tersebut. dia menyakini bahwa penekanan
itu memberi pengaruh cukup besar terhadap cara penutur bahasa berpikir tentang
dunia. Whorf meyakini bahwa kehidupan suatu masyarakat dibangun oleh
sifat-sifat bahasa yang digunakan anggota masyarakat tersebut.
Pengaruh bahasa
terhadap pikiran dapat terjadi melalui habituasi dan melalui aspek formal
bahasa, misalnya grammar dan leksikon. Whorf mengatakan “grammatical and lexical resources of individual languages heavily
constrain the conceptual representations available to their speakers”
(Grammar dan leksikon dalam sebuah bahasa menjadi penentu representasi
konseptual yang ada dalam pengguna bahasa tersebut). Selain habituasi dan aspek
formal bahasa, salah satu aspek yang dominan dalam konsep Sapir dan Whorf
adalah masalah bahasa mempengaruhi kategorisasi dalam persepsi manusia yang
akan menjadi premis dalam berpikir.
Untuk memperkuat
hipotesisnya, Sapir dan Whorf memaparkan beberapa contoh. Salah satu contoh
yang diambil adalah kata salju. Whorf
mengatakan bahwa sebagian besar manusia memiliki kata yang sama untuk
menggambarkan salju. Salju yang baru saja turun dari langit, salju yang sudah
mengeras atau salju yang meleleh, semua objek salju tersebut tetap dinamakan
salju. Berbeda dengan kebanyakan masyarakat, orang Eskimo memberi label yang
berbeda pada objek salju tersebut. Banyak lagi contoh yang lain, misalnya orang
Hanunoo di Filipina memiliki kira-kira 92 nama untuk berbagai jenis rice (padi). Orang Arab memiliki
beberapa nama untuk camels (unta).
Whorf merasa bahwa terminologi/istilah yang sangat beragam tersebut menyebabkan
penutur bahasa tersebut mempersepsi dunia secara berbeda-beda dari seorang yang
hanya memiliki satu kata untuk satu kategori tertentu. Sapir menolak pandangan
yang menyatakan bahwa berpikir dan bahasa merupakan dua entitas berbeda atau
berdiri sendiri. Sapir dan Whorf sepakat bahwa bahasa menentukan pikiran
seseorang. Jalan pikiran seseorang sangat ditentukan oleh bahasanya.
Berdasarkan hipotesis
Sapir-Whorf itu dapatlah dikatakan bahwa hidup dan pandangan hidup bangsa-bangsa
di Asia Tenggara (Indonesia, Malaysia, Filipina, dan lain-lain) adalah sama
karena bahasa-bahasa mereka mempunyai struktur yang sama. Sedangkan hidup dan
pandangan hidup bangsa-bangsa lain seperti Cina, Jepang, Amerika, Eropa,
Afrika, dan lain-lain adalah berlainan karena struktur bahasa mereka berlainan.
Untuk memperjelas hal ini Whorf membandingkan kebudayaan Hopi dan kebudayaan
Eropa. Kebudayaan Hopi dioraganisasi berdasarkan peristiwa-peristiwa (event),
sedangkan kebudayaan Eropa diorganisasi berdasarkan ruang (space) dan waktu
(time). Menurut kebudayaan Hopi kalau satu bibit ditanam maka bibit itu akan
tumbuh. Jarak waktu yang diperlukan antara masa menanam dan tumbuhnya bibit
tidaklah penting. Yang penting adalah peristiwa menanam dan peristiwa tumbuhnya
bibit itu. Sedangkan bagi kebudayaan Eropa jangka waktu itulah yang penting.
Menurut Whorf, inilah bukti bahwa bahasa mereka telah menggariskan realitas
hidup dengan cara-cara yang berlainan.
Untuk menunjukkan bahwa
bahasa menuntun jalan pikiran manusia, Whorf menunjukkan contoh lain. Kalimat see that wave dalam bahasa Inggris
mempunyai pola yang sama dengan kalimat see
that house. Dalam see that house
kita memang bisa melihat sebuah rumah, tetapi dalam kalimat see that wave menurut Whorf belum ada
seorang pun yang melihat satu ombak. Jadi, di sini kita seolah-olah melihat
satu ombak karena bahasa telah menggambarkan begitu kepada kita. ini adalah
satu kepalsuan fakta yang disuguhkan oleh satu organisasi hidup seperti ini;
dan kita tidak sadar bahwa pandangan hidup kita telah dikungkung oleh
ikatan-ikatan yang sebenarnya dapat ditanggalkan.
Bahasa bagi Whorf
pemandu realitas sosial. Walaupun bahasa biasanya tidak diminati oleh ilmuan
sosial, bahasa secara kuat mengkondisikan pikiran individu tentang sebuah
masalah dan proses sosial. Individu tidak hidup dalam dunia objektif, tidak
hanya dalam dunia kegiatan sosial seperti yang biasa dipahaminya, tetapi sangat
ditentukan oleh bahasa tertentu yang menjadi medium pernyataan bagi
masyarakatnya. Tidak ada dua bahasa yang cukup sama untuk mewakili realitas
yang sama. Dunia tempat tinggal berbagai masyarakat dinilai oleh Whorf sebagai
dunia yang sama akan tetapi dengan karakteristik yang berbeda. Singkat kata,
dapat disimpulkan bahwa pandangan manusia tentang dunia dibentuk oleh bahasa
sehingga karena bahasa berbeda maka pandangan tentang dunia pun berbeda. Secara
selektif individu menyaring sensori yang masuk seperti yang diprogramkan oleh
bahasa yang dipakainya. Dengan begitu, masyarakat yang menggunakan bahasa yang
berbeda memiliki perbedaan sensori pula.
Rujukan:
Anonim1. 2011. Pemikiran Linguistik Edward Sapir. http.//travelogmunsyi.wordpress.com/2011/03/15/pemikiran-linguistik-Edward-Sapir/.
Diunduh pada tanggal 3 Maret 2012.
Arifuddin. 2010. Neorupsikolinguistik. Jakarta: Raha Grafindo Persada.
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta.
Mahmudah. 2012. Psikolinguistik:
Kajian Teoretik. Makassar: Fakultas Bahasa dan Sastra Universitas Negeri
Makassar.
Widhiarso,
Wahyu. 2005. Pengaruh Bahasa terhadap
Pikiran. http://widhiarso.staff.ugm.ac.id/files/hubungan_antara_bahasa_dan_pikiran.pdf.
Diunduh pada tanggal 3 Maret 2012.
Tugas
2 Psikolinguistik
1. Tuliskan
ide-ide rasional Anda mengenai bahasa dan pikiran berdasarkan teori-teori yang
ada!
Jawaban:
Menurut saya bahasa dan pikiran saling memengaruhi,
karena saat kita berpikir mengenai suatu hal atau objek, kita akan menggunakan
pengetahuan bahasa. Begitu juga saat kita berbahasa, pikiran akan membantu kita
dalam berkomunikasi dengan menggunakan berbahasa.
Hubungan timbal balik antara bahasa dan pikiran ini dikemukakan
oleh Benjamin Viygotsky mengatakan bahwa bahasa dan pikiran saling memengaruhi.
Vygotsky berpendapat adanya satu tahap perkembangan bahasa sebelum adanya
pikiran, dan adanya satu tahap perkembangan pikiran sebelum adanya bahasa.
kemudian, kedua garis perkembangan ini saling bertemu, maka terjadilah secara
serentak pikiran berbahasa dan bahasa berpikir. Jadi, mula-mula pikiran
berkembang tanpa bahasa bahasa, dan bahasa mula-mula berkembang tanpa pikiran.
Lalu, pada tahap berikutnya, keduanya bertemu dan bekerja sama, serta saling
mempengaruhi. Begitulah, kanak-kanak berpikir dengan menggunakan bahasa dan
berbahasa dengan menggunakan pikiran (Chaer, 2009:55).
Muller (1887) menegaskan bahwa bahasa dan pikiran selalu terkait, tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap dikendalikan oleh pikiran, dan sebaliknya hasil pikiran memunculkan kategori atau konsep untuk sebuah benda atau objek. Ada kesalingtergantungan antara bahasa dan pikiran atau sebaliknya (Arifuddin, 2010: 244). Jadi, antara bahasa dan pikiran saling memengaruhi.
Muller (1887) menegaskan bahwa bahasa dan pikiran selalu terkait, tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Ujaran yang dihasilkan oleh alat ucap dikendalikan oleh pikiran, dan sebaliknya hasil pikiran memunculkan kategori atau konsep untuk sebuah benda atau objek. Ada kesalingtergantungan antara bahasa dan pikiran atau sebaliknya (Arifuddin, 2010: 244). Jadi, antara bahasa dan pikiran saling memengaruhi.
Tugas
3 Psikolinguistik
Analisis
Percakapan berdasarkan teori-teori linguistik
Tempat : Pondok Cora, Jl. Muhajirin
Hari/tanggal
: Rabu, 18 April 2012
Waktu : 19.00
Ocha : mauka keluar beli makanan deh.
Anhy : mauki beli apa ka?
Ocha : saya mau beli bakso.
Anhy : ikutka. Saya mau beli nasi goreng
Nunu : ikutka juga. Mauka juga beli nasi goreng
Ocha : iya, tapi tunggu dulu ke kamarka
sebentar
Anhy : iye, panggil ma saja nanti
A. Analisis
percakapan berdasarkan teori Ferdinand De Saussure
De Saussure
memperkenalkan konsep dalam linguistik yaitu hubungan sintagmatik dan hubungan
asosiatif atau paradigmatik. Konsep sintagmatik dan paradigmatik adalah konsep
analisis ilmu bahasa struktural yang mengandung pengertian bahwa kemunculan
suatu unsur menjadi unit selalu dalam hubungan atau relasi antara unit dengan
unit maupun dengan unsur lainnya. Denan kata lain, unit selalu dalam hubungan
dengan unit atau unsur lainnya. Hubungan jenis pertama adalah hubungan unit-unit
bahasa yang telah diucapkan atau diwujudkan. Sedangkan hubungan jenis kedua
adalah hubungan antara unit dengan unsur yang belum diwujudkan.
Hubungan sintagmatik
adalah hubungan horizontal antara unsur-unsur kalimat yang membentuk urutan
linear. Berdasarkan percakapan di atas kita dapat menganalisis pada kalimat “Saya mau beli bakso”. Kata saya yang mengisi unsur subjek mempunyai
hubungan sintagmatik pelaku perbuatan
(tindakan) dengan kata mau beli yang mengisi unsur predikat. Demikian
pula, kata saya memiliki hubungan
sintagmatik agen (pelaku) dengan kata
bakso yang mengisi unsur objek. Selanjutnya, kata mau beli mempunyai hubungan sintagmatik tindakan-pelaku dengan kata saya dan tindakan-sasaran dengan kata bakso.
Hubungan-hubungan itulah yang disebut hubungan sintagmatik.
Hubungan paradigmatik hubungan
antara unit yang telah terjelma dalam ucapan dan unsur yang belum terjelma
dalam ucapan. Unsur yang belum terjelma yaitu unsur yang dikuasai oleh
kemampuan ingatan atau kelengkapan penguasaan bahasa si pembicara. Berdasarkan kalimat
tadi, kata saya dalam kalimat saya mau beli bakso dapat dihubungkan dengan jumlah relatif yang
tidak terbatas, yaitu dengan kata ibu,
bapak, kakak, adik, dan seterusnya bergantung kepada kemampuan ingatan dan
pengalaman seseorang. Begitu pula kata bakso
mempunyai hubungan paradigmatik dengan kata nasi goreng, mie goreng, mie pangsit, dan seterusnya.
B. Analisis
percakapan berdasarkan teori Leonard Bloomfield
Menurut Bloomfield
bahasa merupakan sekumpulan ujaran yang muncul dalam suatu masyarakat tutur. Ujaran
inilah yang harus dikaji untuk mengetahui bagian-bagiannya. Lalu, bagi Bloomfield
bahasa adalah sekumpulan data yang mungkin muncul dalam suatu masyarakat. Data ini
merupakan ujaran-ujaran yang terdiri dari potongan-potongan perilaku (tabiat) yang
disusun secara linear.
Percakapan di atas
dapat di analisis berdasarkan teori Bloomfield.
Ocha
: mauka keluar beli makanan deh.
Anhy:
mauki beli apa ka?
Ocha
: saya mau beli bakso
Perilaku
Anhy ketika mendengar ucapan Ocha merupakan stimulus di dalam otak Anhy. Otak
Anhy bekerja mulai dari mendengar ucapan Ocha sampai bertindak dan bertanya
merupakan respon dari stimulus tadi. perilaku Ocha ketika mendengarkan
pertanyaan atau bunyi suara tesebut merupakan stimulus yang dialami Ocha. Kemudian,
Ocha menjawab pertanyaan itu sebagai respon dari stimulus tersebut.
Jadi, berdasarkan analisis
tersebut terlihat bahwa suatu bahasa tidak dapat diamati jika melalui mental seseorang.
Suatu bahasa dapat diamati ketika berwujud bunyi-bunyian karena dapat diperiksa
atau diamati secara fisik.
Percakapan tersebut dapat
dibagi dalam istilah/term teori linguistik Bloomfield,
1. Fonem,
dalam percakapan itu terdapat fonem, misalnya pada kata beli yang terdiri dari empat fonem yaitu |b|, |e|, |l|, dan |i|.
2. Morfem,
misalnya dalam kalimat saya mau beli
bakso terdapat morfem saya, mau, beli,
dan bakso.
3. Frase,
pada kalimat saya mau beli bakso,
terdapat frase mau beli
4. Kata,
pada kalimat saya mau beli bakso,
terdapat kata saya, mau, beli, dan bakso.
5. Kalimat,
pada kalimat saya mau beli bakso.
C. Analisis
percakapan berdasarkan teori John Rupert Firth
Menurut Firth dalam
kajian linguistik yang paling penting adalah konteks. Dalam teori Firth ada
konteks fonologi, morfologi, leksikon, dan situasi. Bahasa adalah susunan dari
konteks-konteks itu. Menurut Firth struktur bahasa itu terdiri dari lima
tingkatan yaitu tingkatan, fonetik, morfologi, leksikon, sintaksis, dan
semantik. Firtyh lebih memusatkan perhatian pada tingkatan fonetik dan semantik
karena menurutnya tingkatan tersebut yang paling dekat dengan konteks.
Pada percakapan di
atas, misalnya kalimat “mauka keluar beli
makanan deh”. Kata keluar di sini
dapat menghasilkan makna yang berlainan, karena tidak memberi kejelasan bahwa
keluar ini dalam hal apa. Untuk mengetahui makna sebenarnya, kata keluar ini dapat dilihat pada tingkatan
selanjutnya misalnya morfologi, sintaksis, atau semantik. Dalam konteks
sintaksis, kata keluar tersebut
terangkai dalam kalimat mauka keluar beli
makanan deh, sehingga maknanya jelas bahwa ia keluar untuk membeli makanan.
Selain itu, perlu pula melihat konteksnya, misalnya konteks situasi, yang
terjadi pada malam hari dan pada waktu makan malam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar