Kamis, 29 Maret 2012

Sutriani Nasiruddin-105104050


Teori John Rupert Firth
            Sebelumnya ada empat pandangan dari masing-masing ahli yaitu:
1.      Teori Ferdinand de Saussure, yang menganut paham psikologi kognitif, behavioristik, dan pragmatik
  1. Teori Leonard Bloomfield, yang tampak menganut psikologi behavioristik
  2. Teori John Rupert Firth, yang tampak menganut aliran pragmatistik;
  3. Teori Noam Chomsky, yang tampak menganut paham kognitif.
Keempat aliran itu mempunyai nama sendiri-sendiri sesuai dengan teori linguistiknya bukan psikologinya.
John Rupert Firth lahir 17 Juni 1890, Keighley, Yorkshire, Eng.-meninggal 14 Desember 1960, Lindfield, Sussex), ahli bahasa Inggris yang mengkhususkan diri dalam teori kontekstual makna dan analisis prosodi. Dia adalah pencetus "Sekolah Linguistik London."
Setelah menerima gelar MA dari University of Leeds (1913), Firth bergabung dengan Dinas Pendidikan India pada tahun 1915 dan menjabat sampai 1928. Dari 1916-1919 ia juga menjadi layanan militer di Afghanistan, Afrika, dan India dan, 1919-1928, adalah profesor bahasa Inggris di Universitas Punjab di Lahore. Pada tahun 1928 Firth menjadi dosen senior di fonetik di Universitas College, London. Dia memegang posisi mengajar di London School of Economics dan di Indian Institute, Oxford, pada tahun 1944 ia diangkat ke kursi pertama linguistik umum di Inggris di University of London, di mana ia mengajar sampai pensiun pada tahun 1956. Mulai tahun 1941, Firth memberikan kursus intensif di Jepang untuk personil militer, dia dianugerahi Order of the British Empire (1946). Selain buku-buku populer tentang linguistik. Kumpulan artikel yang paling penting, Makalah dalam Linguistik 1934-1951, muncul pada tahun 1957.
Pada Aliran Firthian. Nama John R. Firth terkenal karena teorinya mengenai fonologi prosodi. Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis.
Menurut Firth dalam kajian linguistik yang paling penting adalah konteks. Dalam teori Firth ada konteks fonologi, morfologi, leksikon, dan situasi. Bahasa adalah susunan dari konteks-konteks ini. Tiap-tiap konteks mempunyai peranan sebagai lingkungan untuk unsur-unsur atau unit-unit tiap tingkat bahasa itu. Susunan dari konteks-konteks ini membentuk satu keseluruhan dari kegiatan-kegiatan yang penuh arti. Maksudnya, tiap-tiap unsur pada tiap tingkatan mempunyai arti yang dapat dibedakan dan dianalisis.
Menurut Firth struktur bahasa itu terdiri dari lima tingkatan yaitu tingkatan fonetik, leksikon, morfologi, sintaksis, dan semantik. Yang menjadi unsur dalam tingkatan fonetik adalah fonem, yang menjadi unsur dalam tingkatan morfologi adalah morfem, yang menjadi unsur dalam tingkatan sintaksis adalah kategori-kategori sintaksis; dan yang menjadi unsur dalam tingkatan semantik adalah kategori-kategori semantik. Firth lebih memusatkan perhatian pada tingkatan fonetik dan tingkatan semantik. Sedangkan tingkatan lain kurang diperhatikan.
Fonem dapat dikaji dalam hubungannya dengan kata. Konteks fonologi terbatas pada bunyi-bunyi “dalam” yang terdapat pada kata. Bentuk yang meragukan pada satu tingkat, tidak selalu meragukan pada tingkatan lain.
Misalnya, bentuk /kèpala] dalam bahasa Indonesia. Pada tingkatan fonetik bentuk ini meragukan sebab ada beberapa makna kata kepala dalam bahasa Indonesia. Untuk menjelaskan, kita dapat beranjak ketingkatan yang lebih tinggi yaitu tingkatan morfologi atau sintaksis atau semantik. Dalam konteks morfologi bentuk kepala kantor ataupun keras kepala tidak meragukan lagi.
Arti atau makna menurut teori Firth adalah hubungan antara satu unsur pada satu tingkatan dengan konteks unsur itu pada tingkatan yang sama. Jadi, arti tiap kalimat terdiri dari lima dimensi, yaitu berikut ini.
1.      Hubungan tiap fonem dengan konteks fonetiknya (hubungan fonem satu sama lain dalam kata).
2.      Hubungan kata-kata satu sama lain dalam kalimat.
3.      Hubungan morfem pada satu kata dengan morfem yang sama pada kata lain, dan hubungannya dengan kata itu.
4.      Jenis kalimat clan bagaimana kalimat itu digolongkan.
5.      Hubungan kalimat dengan konteks situasi.
Ada dua jenis perkembangan dalam ilmu linguistik yang selalu dikaitkan dengan Firth, Yaitu (a) teori konteks situasi untuk menentukan arti, (b) analisis prosodi dalam fonologi. Teori konteks situasi ini menjadi dasar teori linguistik Firth; beliau menolak setiap usaha untuk memisahkan bahasa dari konteksnya dalam kehidupan manusia dan budaya. Firth menekankan bahwa makna merupakan jantung dari pengkajian bahasa. Semua analisis linguistik dan pernyataan-pernyataan tentang linguistik haruslah merupakan analisis dan pernyataan mengenai makna. Dalam hal ini beliau memperkenalkan dua kolokasi untuk menerangkan arti, yaitu arti gramatikal clan arti fonologis. Arti Gramatikal adalah peranan dari unsur-unsur tata bahasa di dalam konteks gramatikal dari yang mendahului dan mengikuti unsur-unsur itu di dalam kata atau konstruksi (gagasan) dan dari unsur-unsur tata bahasa yang bersamaan di dalam paradigma-paradigma. Jadi, arti menurut kolokasi adalah abstraksi sintagmatik. Umpama dalam kalimat bahasa Inggris “She liked me”. Arti gramatikal liked adalah peranan atau hubungannya dengan she dan me; dan juga hubungannya dengan like dan likes pada tingkatan paradigmatik. Arti fonologi adalah peranan atau hubungan dari unsur-unsur fonologi di dalam konteks fonologi dari struktur suku-kata dan unsur-unsur lain yang bersamaan secara paradigmatik yang dapat berperanan dalam konteks yang serupa.
Salah satu dimensi arti dari lima dimensi seperti yang disebutkan di atas adalah dimensi hubungan kata-kata; hal ini tidak boleh dipisahkan dari konteks situasi dan budaya. Arti satu tergantung dari kolokasi yang mungkin dari kata itu. Umpamanya, salah satu arti kata malam adalah kolokasinya dengan gelap, dan sebaliknya gelap berkolokasi dengan malam. Jadi, jelas arti sebuah kata ditentukan oleh konteks linguistiknya.
Sebagai linguis Firth dikenal juga sebagal tokoh analisis prosodi atau fonologi prosodi. Menurut Firth analisis prosodi dapat digunakan untuk menganalisis bahasa dan membuat pernyataan-pernyataan yang sistematis dari analisis ini yang didasarkan pada penelitian yang mendalam terhadap data bahasa serta menggunakan istilah-istilah dan kategori­kategori yang sesuai. Analisis prosodi ini menganggap ada dua jenis fonologi, yaitu berikut ini.
1.      Unit-unit fonematik yang terdiri dari konsonan-konsonan segmental dan unsur-unsur vokal yang merupakan maujud-maujud yang dapat saling menggantikan dalam bermacam-macam posisi pada suku kata Yang berlainan.
2.      Prosodi-prosodi yang terdiri dari fitur-fitur atau milik-milik struktur Yang lebih panjang dari satu segmen, baik berupa perpanjangan fonetik, maupun sebagai pembatasan struktur secara fonologi, seperti suku kata atau kata_ Prosodi-prosodi ini merupakan maujud yang menjadi ciri khas suku-suku kata secara keseluruhan, dan tidak dapat saling menggantikan.
Ke dalam perpanjangan fonetik ini termasuk semua fonem supra­segmental dari fitur-fitur seperti nasalisasi, glotalisasi, dan retrofleksi yang biasanya tidak diikutsertakan dalam analisis fonetik terutama analisis fonetik menurut linguistik struktural Amerika
Secara singkat bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan prosodi menurut teori Firth adalah struktur kata beserta ciri-ciri khas lagu kata itu sebagai sifat-sifat abstraksi tersendiri dalam keseluruhan fonologi bahasa itu. Jadi, yang termasuk ke dalam fitur-fitur prosodi satu kata adalah:
1.      Jumlah suku kata
2.      Hakikat suku katanya: terbuka atau tertutup
3.      Kualitas suku-suku kata
4.      Urutan suku-suku kata
5.      Urutan bunyi-bunyi vocal
6.      Tempat, hakikat, dan kuantitas bunyi-bunyi penting
7.      Kualitas “gelap” atau “terang” dari suku-suku kata
8.      Ciri-ciri hakiki lagu suku kata dan juga potongan kalimat tempat kata itu terdapat
9.      Semua sifat yang menyangkut struktur suku kata, urutan suku kata, dan keharmonisan suku kata dalam kata, potongan kalimat, dan keseluruhan kalimat.
Pada tahun (1890-1960) seorang guru besar pada Universitas London yang bernama John R. Firth telah mengemukakan sebuah teorinya mengenai fonologi prosodi. Karena itulah, teori yang dikembangkannya tersebut kemudian dikenal dengan nama aliran Forosodi; tetapi disamping itu dikenal pula dengan nama aliran firth, atau aliran Firthian, atau aliran London.
Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk  menentukan arti pada  tataran fonetis. Dimana fonologi prosodi tersebut terdiri dari satuan-satuan fonematis berupa unsur-unsur segemental; yakni konsonan, vokal, sedangkan satuan prosodi berupa ciri-ciri atau sifat-sifat struktur yang lebih panjang daripada suatu segmen tunggal.
Aliran London atau biasa juga disebut fonologi prosodi adalah  suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis. Dimana arti pada pokok tataran fonematis tersebut yaitu berupa unsur-unsur segemental (consonant  dan vokal).
Dan adapun pokok-pokok prosodi tersebut terbagi atas tiga macam yakni sebagai berikut:
  • Frosodi yang menyangkut gabungan fonem; struktur kata, struktur suku kata, gabungan konsonan dan gabungan vokal
  • Frosodi yang terbentuk oleh sendi atau jeda artinya jeda atau persendian mempunyai hubungan erat dengan hentian bunyi dalam arus ujar. Kenapa disebut jeda? Yakni karena ditempat perhentian itulah terjadinya persambungan antara segmen  yang satu dengan segmen yang lainnya.
Jeda ini bersifat penuh dan dapat juga bersifat sementara, sedangkan seni biasanya dibedakan adanya sendi dalam (internal juncture) atau sendi luar (open juncture), dimana sendi dalam menunjukkan batas  yang lebih besar dari segmen silabel. Dalam hal ini, biasanya dibedakan:
  1. Jeda antara kata dalam frase diberi tanda berupa garis miring tunggal (/)
  2. Jeda antara frase dalam klausa diberi tanda berupa garis miring ganda (//)
  3. Jeda antara kalimat dalam wacana diberi tanda berupa garis silang ganda (#)
Sehingga dapat diketahui bersama bahwa dalam bahasa Indonesia sangat penting karena tekanan dan jeda itu dapat mengubah makna kalimat
  • Frosodi yang realisasi fonetisnya melampaui yang lebih besar dari pada fonem-fonem sopra segmental. Artinya bahwa arus ujaran merupakan tuntutan bunyi sambung bersambung terus menerus diselang-seling dengan jeda singkat atau jeda agak singkat, disertai dengan keras lembut bunyi, tinggi rendah bunyi, panjang pendek bunyi dan sebagainya. Dalam arus ujaran itu ada bunyi yang dapat disegmentasikan sehingga disebut bunyi segmental; tetapi berkenaan dengan keras lembut, panjang pendek, dan jeda bunyi tidak dapat disegmentasikan. Bagian dari bunyi tersebut disebut bunyi supra segmental atau prosodi. Dalam studi mengenai bunyi atau unsur supra segmental ini biasanya dibedakan pula atas; tekanan atau stress, nada atau pitch, jeda atau persendian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar