PENGERTIAN BAHASA
A. Pengertian
Bahasa
Menurut
Gorys Keraf (1997 : 1), Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat
berupa symbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Adapun beberapa
pengertian Bahasa menurut beberapa ahli:
1. Menurut Keraf dalam Smarapradhipa
(2005:1), memberikan dua pengertian bahasa. Pengertian pertama menyatakan
bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi
yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi
yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer.
2. Menurut Owen dalam Stiawan
(2006:1), menjelaskan definisi bahasa yaitu language can be defined as a
socially shared combinations of those symbols and rule governed combinations of
those symbols (bahasa dapat didefenisikan sebagai kode yang diterima secara
sosial atau sistem konvensional untuk menyampaikan konsep melalui kegunaan
simbol-simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh
ketentuan).
3. Menurut Tarigan (1989:4), beliau
memberikan dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah suatu sistem yang
sistematis, barang kali juga untuk sistem generatif. Kedua, bahasa adalah
seperangkat lambang-lambang mana suka atau simbol-simbol arbitrer
4. Menurut Santoso (1990:1), bahasa
adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar.
5. Menurut Wibowo (2001:3), bahasa
adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh
alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat
berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.
6. Menurut Wibowo, Walija (1996:4),
mengungkapkan definisi bahasa ialah komunikasi yang paling lengkap dan efektif
untuk menyampaikan ide, pesan, maksud, perasaan dan pendapat kepada orang lain.
7. Menurut Syamsuddin (1986:2),
beliau memberi dua pengertian bahasa. Pertama, bahasa adalah alat yang dipakai
untuk membentuk pikiran dan perasaan, keinginan dan perbuatan-perbuatan, alat
yang dipakai untuk mempengaruhi dan dipengaruh
8. Menurut Pengabean (1981:5),
berpendapat bahwa bahasa adalah suatu sistem yang mengutarakan dan melaporkan
apa yang terjadi pada sistem sara.
9. Menurut Keraf (1984: 16) Bahasa
adalah alat komunikasi antara masyarakat, berupa lambing bunyi suara, yang
dihasilkan oleh alat ucap manusia.
10. Menurut Kridalaksana dan
Kentjono(1982: 2), Bahasa adalah system lambang yang arbitrer yang dipergunakan
oleh para anggota kelompok social untuk bekerjasama, berinteraksi, serta
mengidentifikasi diri.
11. Menurut Finochiaro (1964: 8),
Bahasa adalah sistem simbol vocal yang arbitrer yang memungkinkan semua orang
dalam suatu kebudayaan tertentu atau orang lain yang mempelajari system kebudayaan itu untuk berkomunikasi atau
berinteraksi.
12. Menurut (Woster’s Third New
International Dictionary of English Language,1961: 1270).Bahasa adalah alat
yang sistematis untuk menyampaikan gagasan atau perasan dengan memakai
tanda-tanda, bunyi-bunyi, gestur, atau tanda-tanda yang disepakati, yang
mengandung makna-makna yang dapat dipahami.
B.
Aspek
Bahasa
Bahasa merupakan
suati system komunikasi yang mempergunakan symbol-simbol vocal (bunyi ujaran)
yang bersifat arbitrer, yang dapat
diperkuat dengan gerak-gerik badaniah yang nyata. Ia merupakan symbol karena
rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia harus diberikan makna
tertentu pula. Symbol adalah tanda yan diberikan makna tetentu,yakni mengacu
kepada sesuatu yang dapat diserap oleh panca indra.
Berarti
bahasa mencakup dua bidang, yaitu bunyi vokal yang dihasilkan oleh alat ucap
manusia, dan arti atau makan yaitu hubungan antara rangkaian bunyi vokal dengan
barang atau hal yang diwakilinya itu. Bunyi itu merupakan getaran yang
merangsang alat pendengar kita (= yang dicerap panca indra kita), sedangkan
arti adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi
atau tanggapan dari orang lain. Arti yang terkandung dalam suatu rangkaian
bunyi bersifat arbitrer atau manasuka. Arbitrer atau manasuka berarti tidak
terdapat suatu keharusan bahwa suatu rangkaian bunyi tertentu harus mengandung
arti yang tertentu pula. Makna sebuah kata tergantung dari konvensi
(kesepakatan) masyarakat bahasa yang bersangkutan. Apakah seekor hewan dengan
ciri-ciri tertentu dinamakan anjing, dog, hund, chien, atau canis itu
tergantung dari kesepakatan anggota masyarakat bahasa itu masing-masing.
Dalam
sejarah bahasa pernah diperdebatkan apakah ada hubungan yang wajar antara kata
dengan barangnya. Satu kelompok mengatakan ada; untuk itu diusahakan
bermacam-macam keterangan mengenai timbulnya kata-kata dalam bahasa. Etimologi
merupakan hasil dari kelompok ini. Namun etimologi yang mula-mula timbul untuk
mendukung pendapat itu terlalu dibuat-buat sehingga sulit diterima. Usaha lain
yang mempertahankan pendapat itu adalah apa yang dikenal dengan onomatope
(kata peniru bunyi). Namun hal ini pun sangat terbatas. Terakhir dikemukakan
bahwa tiap bunyi sebenarnya mengandung nilai-nilai tertentu, misalnya vokal a,
u, o, menyatakan sesuatu yang tinggi, kecil dan tajam. Demikian pula
konsonan-konsonan melambangkan bunyi-bunyi tertentu. Dalam beberapa hal
barangkali dapat ditunjuk contoh-contoh yang mungkin menyakinkan. Tetapi
terlalu banyak hal yang akan menentang contoh-contoh tadi. Dengan demikian
pendapat lain lebih dapat diterima antara kata dan barang tidak terdapat suatu
hubungan. Hubungan itu bersifat arbitrer, sesuai dengan konvensi masyarakat
bahasa yang bersangkutan.
C. Bahasa
Mempengaruhi Perilaku Bahasa
Menurut Sabriani (1963), mempertanyakan bahwa
apakah bahasa mempengaruhi perilaku manusia atau tidak? Sebenarnya ada variabel
lain yang berada diantara variabel bahasa dan perilaku. Variabel tersebut
adalah variabel realita. Jika hal ini benar, maka terbukalah peluang bahwa
belum tentu bahasa yang mempengaruhi perilaku manusia, bisa jadi realita atau
keduanya.
Kehadiran realita dan hubungannya dengan variabel lain, yakni
bahasa dan perilaku, perlu dibuktikan kebenarannya. Selain itu, perlu juga
dicermati bahwa istilah perilaku menyiratkan penutur. Istilah perilaku merujuk
ke perilaku penutur bahasa, yang dalam artian komunikasi mencakup pendengar,
pembaca, pembicara, dan penulis.
a. Bahasa
dan Realita
Fodor
(1974) mengatakan bahwa bahasa adalah sistem simbol dan tanda. Yang dimaksud
dengan sistem simbol adalah hubungan simbol dengan makna yang bersifat
konvensional. Sedangkan yang dimaksud dengan sistem tanda adalah bahwa hubungan
tanda dan makna bukan konvensional tetapi ditentukan oleh sifat atau ciri
tertentu yang dimiliki benda atau situasi yang dimaksud. Dalam bahasa Indonesia
kata cecak memiliki hubungan kausal dengan referennya atau
binatangnya. Artinya, binatang itu disebut cecak karena suaranya kedengaran
seperti cak-cak-cak. Oleh karena itu kata cecak disebut tanda bukan simbol.
Lebih lanjut Fodor mengatakan bahwa problema bahasa adalah problema makna.
Sebenarnya, tidak semua ahli bahasa membedakan antara simbol dan tanda.
Richards (1985) menyebut kata table sebagai tanda meskipun
tidak ada hubungan kausal antara objek (benda) yang dilambangkan kata itu
dengan kata table.
Dari
uraian di atas dapat ditangkap bahwa salah satu cara mengungkapkan makna adalah
dengan bahasa, dan masih banyak cara yang lain yang dapat dipergunakan. Namun
sejauh ini, apa makna dari makna, atau apa yang dimaksud dengan makna belum
jelas. Bolinger (1981) menyatakan bahwa bahasa memiliki sistem fonem, yang
terbentuk daridistinctive features bunyi, sistem morfem dan
sintaksis. Untuk mengungkapkan makna bahasa harus berhubungan dengan dunia
luar. Yang dimaksud dengan dunia luar adalah dunia di luar bahasa termasuk
dunia dalam diri penutur bahasa. Dunia dalam pengertian seperti inilah disebut
realita.
Penjelasan
Bolinger (1981) tersebut menunjukkan bahwa makna adalah hubungan antara realita
dan bahasa. Sementara realita mencakup segala sesuatu yang berada di luar
bahasa. Realita itu mungkin terwujud dalam bentuk abstraksi bahasa, karena
tidak ada bahasa tanpa makna. Sementara makna adalah hasil hubungan bahasa dan
realita.
b. Bahasa
dan Perilaku
Seperti
yang telah diuraikan di atas, dalam bahasa selalu tersirat realita. Sementara
perilaku selalu merujuk pada pelaku komunikasi. Komunikasi bisa terjadi jika
prosesdecoding dan encoding berjalan dengan baik.
Kedua proses ini dapat berjalan dengan baik jika baik encoder maupun decoder sama-sama
memiliki pengetahuan dunia dan pengetahuan bahasa yang sama. (Omaggio, 1986).
Dengan
memakai pengertian yang diberikan oleh Bolinger(1981) tentang realita,
pengetahuan dunia dapat diartikan identik dengan pengetahuan realita. Bagaimana
manusia memperoleh bahasa dapat dijelaskan dengan teori-teori pemerolehan
bahasa. Sedangkan pemerolehan pengetahuan dunia (realita) atau proses
penghubungan bahasa dan realita pada prinsipnya sama, yakni manusia
memperoleh representasi mental realitamelalui pengalaman yang
langsung atau melalui pemberitahuan orang lain. Misalnya seseorang menyaksikan
sebuah kecelakaan terjadi, orang tersebut akan memilikirepresentasi mental tentang
kecelakaan tersebut dari orang yang langsung menyaksikannya juga akan
membentuk representasi mental tentang kecelakaan tadi. Hanya
saja terjadi perbedaan representasi mental pada kedua orang
itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar