SUSI SUSANTI
105104044
B.PBSI
HUBUNGAN BERBAHASA, BERPIKIR, DAN BERBUDAYA
Bahasa
adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu mampu termuat dalam
lapangan pemahaman manusia. Oleh karena itu memahami bahasa akan memungkinkan
peneliti untuk memahami bentuk-bentuk pemahaman manusia. Bahasa adalah media
manusia berpikir secara abstrak yang memungkinkan objek-objek faktual
ditransformasikan menjadi simbol-simbol abstrak. Dengan adanya transformasi ini
maka manusia dapat berpikir mengenai sebuah objek, meskipun objek itu tidak terinderakan
saat proses berpikir itu dilakukan olehnya (Suriasumantri, 1998). Ernst Cassier
menyebut manusia sebagai animal symbolicum, makhluk yang menggunakan simbol.
Secara generik ungkapan ini lebih luas daripada sekedar homo sapiens. Bagi
Cassier, Keunikan manusia sebenarnya bukanlah sekedar terletak pada kemampuan
berpikirnya melainkan terletak pada kemampuannnya berbahasa. Seorang filosof
kenamaan, Gadamer, menyatakan bahwa status manusia tidak dapat melakukan
apa-apa tanpa menggunakan bahasa. Dalam satu pernyataannya yang terkenal,
secara jelas pula seorang filosof bahasa, Ludwid Van Wittgenstein, mengatakan
bahwa batas dunia manusia adalah bahasa mereka (Sumaryono, 1993). Sebuah uraian
yang cukup menarik mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikir dinyatakan oleh
Whorf dan Saphir. Whorf dan Sapir melihat bahwa pikiran manusia ditentukan oleh
sistem klasifikasi dari bahasa tertentu yang digunakan manusia (Schlenker,
2004). Menurut hipotesis ini, dunia mental orang Indonesia berbeda dengan dunia
mental orang Inggris karena mereka menggunakan bahasa yang berbeda.
Hubungan
antara bahasa dan pikiran adalah sebuah tema yang sangat menantang dalam dunia
kajian psikologi. Sejarah kajian ini dapat ditilik dari psikolog kognitif,
filosof dan ahli linguistik. Para ilmuwan menyajikan sesuatu yang sangat
menantang untuk ditelaah lebih lanjut. Beberapa aspek bahasan yang mempengaruhi
pikiran perlu diidentifikasi lebih lanjut, misalnya identifikasi aspek bahasa
yang mempengaruhi penalaran ruang bidang (reasoning spatial) dan aspek bahasa
yang mempengaruhi penalaran terhadap pikiran lain (reasoning about other
minds).
Menurut
Abdul Chaer, (Psikolinguistik; 2002) Berbahasa adalah penyampaian pikiran atau
perasaaan dari orang yang berbicara mengenai masalah yang dihadapi dalam
kehidupan budayanya. Jadi, kita lihat berbahasa, berpikir, dan berbudaya adalah
tiga hal atau tiga kegiatan yang saling berkaitan dalam kehidupan manusia
Berbahasa, dalam arti berkomunikasi, dimulai dengan membuat enkode semantic dan encode gramatikal didalam otak pembicara, dilanjutkan dengan membuat encode fonologi. Kemudian di lanjutkan dengan penyusunan decode fonologi, decode gramatikal, dan decide semantic pada pihak pendengar yang terjadi di dalam otaknya.
Di sini tidak akan dijawab masalah itu, melainkan hanya akan dikemukakan pendapat sejumlah pakar. Kemudian dicoba membuat konklusi atau komentar terhadap teori-teori mengenai masalah tersebut yang telah ada sejak abad yang silam.
Berbahasa, dalam arti berkomunikasi, dimulai dengan membuat enkode semantic dan encode gramatikal didalam otak pembicara, dilanjutkan dengan membuat encode fonologi. Kemudian di lanjutkan dengan penyusunan decode fonologi, decode gramatikal, dan decide semantic pada pihak pendengar yang terjadi di dalam otaknya.
Di sini tidak akan dijawab masalah itu, melainkan hanya akan dikemukakan pendapat sejumlah pakar. Kemudian dicoba membuat konklusi atau komentar terhadap teori-teori mengenai masalah tersebut yang telah ada sejak abad yang silam.
Teori
L.S Vygotsky
Lev Semenovich Vygotsky. Ia lahir di Rusia pada tanggal 5 November
1896. Pada tanggal 11 Juni 1934 ia telah menjadi ahli psikologi perkembangan di
soviet dan ia mendasarkan pada psikologi cultural- historis. Vygotsky telah
belajar privat pada Solomon Ashpiz dan lulus dari Universitas negeri di moskow
1917. Setelah itu, dia memberikan kuliah tentang psikologi di moskow pada tahun
1924. Dimana ia bekerja dengan khususpada pemikiran (ide) tentang perkembangan
kognitif, terutama hubungan antarabahasa dan pikiran, tulisannya menitik
beratkan pada peran latar sejarah, budaya,dan faktor sosial.
Vygotsky
(1962, 1978), memberikan pandangan berbeda dengan Piaget terutama pandangannya
tentang pentingnya faktor sosial dalam perkembangan anak. Vygotsky memandang
pentingnya bahasa dan orang lain dalam dunia anak-anak. Meskipun Vygotsky
dikenal sebagai tokoh yang memfokuskan kepada perkembangan sosial yang disebut
sebagai sosiokultural, dia tidak mengabaikan individu atau perkembangan
kognitif individu. perkembangan bahasa pertama anak tahun kedua di dalam hidupnya
dipercaya sebagai pendorong terjadinya pergeseran dalam perkembangan
kognitifnya. Bahasa memberi anak sebuah alat baru sehingga memberi kesempatan
baru kepada anak untuk melakukan berbagai hal, untuk menata informasi dengan
menggunakan simbol-simbol. Anak-anak sering terlihat berbicara sendiri dan
mengatur dirinya sendiri ketika ia berbuat sesuatu atau bermain. Ini disebut
sebagai private speech. Ketika anak menjadi semakin besar, bicaranya semakin
lirih, dan mulai membedakan mana kegiatan bicara yang ditujukan ke orang lain
dan mana yang ke dirinya sendiri.
Hal
yang mendasari teori Vygtsky adalah pengamatan bahwa perkembangan dan
pembelajaran terjadi di dalam konteks sosial, yakni di dunia yang penuh dengan
orang yang berinteraksi dengan anak sejak anak itu lahir. Ini berbeda dengan
Piaget yang memandang anak sebagai pembelajar yang aktif di dunia yang penuh
orang. Orang-orang inilah yang sangat berperan dalam membantu anak belajar
dengan menunjukkan benda-benda, dengan berbicara sambil bermain, dengan membacakan
ceritera, dengan mengajukan pertanyaan dan sebagainya. Dengan kata lain, orang
dewasa menjadi perantara bagi anak dan dunia sekitarnya.
Kemampuan belajar lewat instruksi dan perantara adalah ciri inteligensi manusia. Dengan pertolongan orang dewasa, anak dapat melakukan dan memahami lebih banyak hal dibandingkan dengan jika anak hanya belajar sendiri. Konsep inilah yang disebut Vygotsky sebagai Zone of Proximal Development (ZPD). ZPD memberi makna baru terhadap ‘kecerdasan’. Kecerdasan tidak diukur dari apa yang dapat dilakukan anak dengan bantuan yang semestinya. Belajar melakukan sesuatu dan belajar berpikir terbantu dengan berinteraksi dengan orang dewasa.
Menurut Vygotsky, pertama-tama anak melakukan segala sesuatu dalam konteks sosial dengan orang lain dan bahasa membantu proses ini dalam banyak hal. Lambat laun, anak semakin menjauhkan diri dari ketergantungannya kepada orang dewasa dan menuju kemandirian bertindak dan berpikir. Pergeseran dari berpikir dan berbicara nyaring sambil melakukan sesuatu ke tahap berpikir dalam hati tanpa suara disebut internalisasi. Menurut Wretsch (dalam Helena, 2004) internalisasi bagi Vygotsky bukanya transfer, melainkan sebuah transformasi. Maksudnya, mampu berpikir tentang sesuatu yang secara kualitatif berbeda dengan mampu berbuat sesuatu. Dalam proses internalisasi, kegiatan interpersonal seperti bercakap-cakap atau berkegiatan bersama, kemudian menjadi interpersonal, yaitu kegiatan mental yang dilakukan oleh seorang individu.
Kemampuan belajar lewat instruksi dan perantara adalah ciri inteligensi manusia. Dengan pertolongan orang dewasa, anak dapat melakukan dan memahami lebih banyak hal dibandingkan dengan jika anak hanya belajar sendiri. Konsep inilah yang disebut Vygotsky sebagai Zone of Proximal Development (ZPD). ZPD memberi makna baru terhadap ‘kecerdasan’. Kecerdasan tidak diukur dari apa yang dapat dilakukan anak dengan bantuan yang semestinya. Belajar melakukan sesuatu dan belajar berpikir terbantu dengan berinteraksi dengan orang dewasa.
Menurut Vygotsky, pertama-tama anak melakukan segala sesuatu dalam konteks sosial dengan orang lain dan bahasa membantu proses ini dalam banyak hal. Lambat laun, anak semakin menjauhkan diri dari ketergantungannya kepada orang dewasa dan menuju kemandirian bertindak dan berpikir. Pergeseran dari berpikir dan berbicara nyaring sambil melakukan sesuatu ke tahap berpikir dalam hati tanpa suara disebut internalisasi. Menurut Wretsch (dalam Helena, 2004) internalisasi bagi Vygotsky bukanya transfer, melainkan sebuah transformasi. Maksudnya, mampu berpikir tentang sesuatu yang secara kualitatif berbeda dengan mampu berbuat sesuatu. Dalam proses internalisasi, kegiatan interpersonal seperti bercakap-cakap atau berkegiatan bersama, kemudian menjadi interpersonal, yaitu kegiatan mental yang dilakukan oleh seorang individu.
Banyak
gagasan Vygotsky yang dapat membantu dalam membangun kerangka berpikir untuk
mengajar bahasa asing bagi anak-anak. Untuk membuat keputusan apa yang bisa
dilakukan guru agar mendukung pembelajaran kita dapat menggunakan gagasan bahwa
orang dewasa menjadi perantara. “Lalu … apalagi yang dapat dipelajari
anak-anak?”. Ini dapat berdampak pada bagaimana menyiapkan pelajaran atau
bagaimana guru harus berbicara dengan siswa setiap saat. ZPD dapat menjadi
pemandu dalam memilih dan menyusun pengalaman pembelajaran bagi siswa untuk
membantu mereka maju dari tahap interpersonal ke intrapersonal. Kita membantu
siswa agar internalisasi terjadi sehingga bahasa baru yang diajarkan menjadi
bagian dari pengetahuan dan keterampilan berbahasa anak.
Vygotsky
berpendapat adanya satu tahap perkembangan bahasa sebelum adanya pikiran, dan
adanya satu tahap perkembangan pikiran sebelum adanya bahasa. Kemudian, kedua
garis perkembangan ini saling bertemu, maka terjadilah secara serentak pikiran
berbahasa dan bahasa berpikir. Dengan kata lain, pikiran dan bahasa pada tahap
permulaan berkembang secara terpisah, dan tidak saling mempengaruhi. Jadi,
mula-mula pikian berkembang tanpa bahasa, dan bahasa mula-mula berkembang tanpa
pikiran. Lalu pada tahap berikutnya, keduanya bertemu dan bekerja sama, serta
saling mempengaruhi. Begitulah anak-anak berpikir dengan menggunakan bahasa dan
berbahasa dengan menggunakan pikiran.
Menurut
Vygotsky dalam mengkaji gerak pikiran ini kita harus mengkaji dua bagian ucapan
dalam yang mempunyai arti yang merupakan aspek semantic ucapan, dan ucapan luar
yang merupakan aspek fonetik atau aspek bunyi-ucapan. Penyatuan dua bagian atau
aspek ini sangat rumit dan kompleks.
Pikiran dan kata, menurut Vygotsky (1962:116) tidak dipotong dari satu pola. Struktur ucapan tidak hanya mencerminkan, tetapi juga mengubahnya setelah pikiran berubah menjadi ucapan.
Pikiran dan kata, menurut Vygotsky (1962:116) tidak dipotong dari satu pola. Struktur ucapan tidak hanya mencerminkan, tetapi juga mengubahnya setelah pikiran berubah menjadi ucapan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar