Kamis, 08 Maret 2012

MATERI PERSENTASE. TEORI L.S VYGOTSKY

SUSI SUSANTI
105104044
B.PBSI


HUBUNGAN BERBAHASA, BERPIKIR, DAN BERBUDAYA
Bahasa adalah medium tanpa batas yang membawa segala sesuatu mampu termuat dalam lapangan pemahaman manusia. Oleh karena itu memahami bahasa akan memungkinkan peneliti untuk memahami bentuk-bentuk pemahaman manusia. Bahasa adalah media manusia berpikir secara abstrak yang memungkinkan objek-objek faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol abstrak. Dengan adanya transformasi ini maka manusia dapat berpikir mengenai sebuah objek, meskipun objek itu tidak terinderakan saat proses berpikir itu dilakukan olehnya (Suriasumantri, 1998). Ernst Cassier menyebut manusia sebagai animal symbolicum, makhluk yang menggunakan simbol. Secara generik ungkapan ini lebih luas daripada sekedar homo sapiens. Bagi Cassier, Keunikan manusia sebenarnya bukanlah sekedar terletak pada kemampuan berpikirnya melainkan terletak pada kemampuannnya berbahasa. Seorang filosof kenamaan, Gadamer, menyatakan bahwa status manusia tidak dapat melakukan apa-apa tanpa menggunakan bahasa. Dalam satu pernyataannya yang terkenal, secara jelas pula seorang filosof bahasa, Ludwid Van Wittgenstein, mengatakan bahwa batas dunia manusia adalah bahasa mereka (Sumaryono, 1993). Sebuah uraian yang cukup menarik mengenai keterkaitan antara bahasa dan pikir dinyatakan oleh Whorf dan Saphir. Whorf dan Sapir melihat bahwa pikiran manusia ditentukan oleh sistem klasifikasi dari bahasa tertentu yang digunakan manusia (Schlenker, 2004). Menurut hipotesis ini, dunia mental orang Indonesia berbeda dengan dunia mental orang Inggris karena mereka menggunakan bahasa yang berbeda.
Hubungan antara bahasa dan pikiran adalah sebuah tema yang sangat menantang dalam dunia kajian psikologi. Sejarah kajian ini dapat ditilik dari psikolog kognitif, filosof dan ahli linguistik. Para ilmuwan menyajikan sesuatu yang sangat menantang untuk ditelaah lebih lanjut. Beberapa aspek bahasan yang mempengaruhi pikiran perlu diidentifikasi lebih lanjut, misalnya identifikasi aspek bahasa yang mempengaruhi penalaran ruang bidang (reasoning spatial) dan aspek bahasa yang mempengaruhi penalaran terhadap pikiran lain (reasoning about other minds).
Menurut Abdul Chaer, (Psikolinguistik; 2002) Berbahasa adalah penyampaian pikiran atau perasaaan dari orang yang berbicara mengenai masalah yang dihadapi dalam kehidupan budayanya. Jadi, kita lihat berbahasa, berpikir, dan berbudaya adalah tiga hal atau tiga kegiatan yang saling berkaitan dalam kehidupan manusia
Berbahasa, dalam arti berkomunikasi, dimulai dengan membuat enkode semantic dan encode gramatikal didalam otak pembicara, dilanjutkan dengan membuat encode fonologi. Kemudian di lanjutkan dengan penyusunan decode fonologi, decode gramatikal, dan decide semantic pada pihak pendengar yang terjadi di dalam otaknya.
Di sini tidak akan dijawab masalah itu, melainkan hanya akan dikemukakan pendapat sejumlah pakar. Kemudian dicoba membuat konklusi atau komentar terhadap teori-teori mengenai masalah tersebut yang telah ada sejak abad yang silam.

Teori L.S Vygotsky
Lev Semenovich Vygotsky. Ia lahir di Rusia pada tanggal 5 November 1896. Pada tanggal 11 Juni 1934 ia telah menjadi ahli psikologi perkembangan di soviet dan ia mendasarkan pada psikologi cultural- historis. Vygotsky telah belajar privat pada Solomon Ashpiz dan lulus dari Universitas negeri di moskow 1917. Setelah itu, dia memberikan kuliah tentang psikologi di moskow pada tahun 1924. Dimana ia bekerja dengan khususpada pemikiran (ide) tentang perkembangan kognitif, terutama hubungan antarabahasa dan pikiran, tulisannya menitik beratkan pada peran latar sejarah, budaya,dan faktor sosial.
Vygotsky (1962, 1978), memberikan pandangan berbeda dengan Piaget terutama pandangannya tentang pentingnya faktor sosial dalam perkembangan anak. Vygotsky memandang pentingnya bahasa dan orang lain dalam dunia anak-anak. Meskipun Vygotsky dikenal sebagai tokoh yang memfokuskan kepada perkembangan sosial yang disebut sebagai sosiokultural, dia tidak mengabaikan individu atau perkembangan kognitif individu. perkembangan bahasa pertama anak tahun kedua di dalam hidupnya dipercaya sebagai pendorong terjadinya pergeseran dalam perkembangan kognitifnya. Bahasa memberi anak sebuah alat baru sehingga memberi kesempatan baru kepada anak untuk melakukan berbagai hal, untuk menata informasi dengan menggunakan simbol-simbol. Anak-anak sering terlihat berbicara sendiri dan mengatur dirinya sendiri ketika ia berbuat sesuatu atau bermain. Ini disebut sebagai private speech. Ketika anak menjadi semakin besar, bicaranya semakin lirih, dan mulai membedakan mana kegiatan bicara yang ditujukan ke orang lain dan mana yang ke dirinya sendiri.
Hal yang mendasari teori Vygtsky adalah pengamatan bahwa perkembangan dan pembelajaran terjadi di dalam konteks sosial, yakni di dunia yang penuh dengan orang yang berinteraksi dengan anak sejak anak itu lahir. Ini berbeda dengan Piaget yang memandang anak sebagai pembelajar yang aktif di dunia yang penuh orang. Orang-orang inilah yang sangat berperan dalam membantu anak belajar dengan menunjukkan benda-benda, dengan berbicara sambil bermain, dengan membacakan ceritera, dengan mengajukan pertanyaan dan sebagainya. Dengan kata lain, orang dewasa menjadi perantara bagi anak dan dunia sekitarnya.
Kemampuan belajar lewat instruksi dan perantara adalah ciri inteligensi manusia. Dengan pertolongan orang dewasa, anak dapat melakukan dan memahami lebih banyak hal dibandingkan dengan jika anak hanya belajar sendiri. Konsep inilah yang disebut Vygotsky sebagai Zone of Proximal Development (ZPD). ZPD memberi makna baru terhadap ‘kecerdasan’. Kecerdasan tidak diukur dari apa yang dapat dilakukan anak dengan bantuan yang semestinya. Belajar melakukan sesuatu dan belajar berpikir terbantu dengan berinteraksi dengan orang dewasa.
Menurut Vygotsky, pertama-tama anak melakukan segala sesuatu dalam konteks sosial dengan orang lain dan bahasa membantu proses ini dalam banyak hal. Lambat laun, anak semakin menjauhkan diri dari ketergantungannya kepada orang dewasa dan menuju kemandirian bertindak dan berpikir. Pergeseran dari berpikir dan berbicara nyaring sambil melakukan sesuatu ke tahap berpikir dalam hati tanpa suara disebut internalisasi. Menurut Wretsch (dalam Helena, 2004) internalisasi bagi Vygotsky bukanya transfer, melainkan sebuah transformasi. Maksudnya, mampu berpikir tentang sesuatu yang secara kualitatif berbeda dengan mampu berbuat sesuatu. Dalam proses internalisasi, kegiatan interpersonal seperti bercakap-cakap atau berkegiatan bersama, kemudian menjadi interpersonal, yaitu kegiatan mental yang dilakukan oleh seorang individu.
Banyak gagasan Vygotsky yang dapat membantu dalam membangun kerangka berpikir untuk mengajar bahasa asing bagi anak-anak. Untuk membuat keputusan apa yang bisa dilakukan guru agar mendukung pembelajaran kita dapat menggunakan gagasan bahwa orang dewasa menjadi perantara. “Lalu … apalagi yang dapat dipelajari anak-anak?”. Ini dapat berdampak pada bagaimana menyiapkan pelajaran atau bagaimana guru harus berbicara dengan siswa setiap saat. ZPD dapat menjadi pemandu dalam memilih dan menyusun pengalaman pembelajaran bagi siswa untuk membantu mereka maju dari tahap interpersonal ke intrapersonal. Kita membantu siswa agar internalisasi terjadi sehingga bahasa baru yang diajarkan menjadi bagian dari pengetahuan dan keterampilan berbahasa anak.
Vygotsky berpendapat adanya satu tahap perkembangan bahasa sebelum adanya pikiran, dan adanya satu tahap perkembangan pikiran sebelum adanya bahasa. Kemudian, kedua garis perkembangan ini saling bertemu, maka terjadilah secara serentak pikiran berbahasa dan bahasa berpikir. Dengan kata lain, pikiran dan bahasa pada tahap permulaan berkembang secara terpisah, dan tidak saling mempengaruhi. Jadi, mula-mula pikian berkembang tanpa bahasa, dan bahasa mula-mula berkembang tanpa pikiran. Lalu pada tahap berikutnya, keduanya bertemu dan bekerja sama, serta saling mempengaruhi. Begitulah anak-anak berpikir dengan menggunakan bahasa dan berbahasa dengan menggunakan pikiran.
Menurut Vygotsky dalam mengkaji gerak pikiran ini kita harus mengkaji dua bagian ucapan dalam yang mempunyai arti yang merupakan aspek semantic ucapan, dan ucapan luar yang merupakan aspek fonetik atau aspek bunyi-ucapan. Penyatuan dua bagian atau aspek ini sangat rumit dan kompleks.
Pikiran dan kata, menurut Vygotsky (1962:116) tidak dipotong dari satu pola. Struktur ucapan tidak hanya mencerminkan, tetapi juga mengubahnya setelah pikiran berubah menjadi ucapan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar