NAMA : KARDINA
NIM : 105104035
KELAS : B
BAB
III
HUBUNGAN
BERBAHASA, BERPIKIR, DAN BERBUDAYA
(TEORI
BRUNER)
A. Profil
Jerome Bruner
Bruner
memiliki nama asli Jerome Bruner. Kota kelahirannya terletak di New York pada
tahun 1915. Ia dikenal publik sebagai tokoh kognitifisme, karena lebih dari 45
tahun, ia mendalami psikologi kognitif. Bagi Amerika dan Inggris, Bruner adalah
tokoh reformasi pendidikan karena ia
mampu mengubah haluan dari biasa menggunakan teori behavoristik di dalam
belajar berubah menjadi kognitif. Bruner juga terkenal sebagai penulis
produktif, khususnya ihwal belajar kognitif. Salah satu judul bukunya adalah
“The Proses of Education" yang diterbitkan oleh Harvard University Press
pada tahun 1960.
Inti terpenting dalam pandangan Bruner mengenai
proses belajar adalah, langkah-langkah bagaimana orang memilih,
mempertahankan dan mentransformasi informasi secara aktif. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan
kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan
mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia
sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar
merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal
baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya. Karena itu,
terkenallah teori kognitif Bruner
perhatiannya berpusat pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi
yang diterimanya, dan apa yang akan dilakukannya sesudah memperoleh informasi
untuk mendapatkan pemahahaman yang memberikan kemampuan tersendiri baginya.
B. Teori
Jerome Bruner
Berkenaan dengan
masalah hubungan bahasa dan pemikiran, Bruner memperkenalkan teori yang
disebutnya Teori Instrumental. Menturut teori ini bahasa adalah alat pada
manusia untuk mengembangkan dan menyempurnakan pemikir itu. Dengan kata lain,
bahasa dapat membantu pemikiran manusia supaya dapat berpikir lebih sistematis.
Bruner berpendapat bahwa bahasa dan pemikiran berkembang dari sumber yang sama.
Oleh karena itu, keduanya mempunyai bentuk yang serupa. Lalu, karena sumber
yang sama dan bentuk yang sangat serupa, maka keduanya dapat saling membantu.
Selanjutnya bahasa dan pikiran adalah alat untuk berlakunya aksi.
Dalam bidang pendidikan, implikasi teori Bruner ini
sangat besar. Memang dalam hubungan inilah beliau ingin mengembangkan teori
ini. Menurut teori ini bahasa sebagai alat pemikiran harus berhubungan langsung
dengan perilaku atau aksi, dengan struktur perilaku ini pada peringkat
permulaan. Lalu, pada peringkat selanjutnya bahasa ini harus berkembang ke arah
suatu bentuk yang melibatkan keeksplisitan yang besar dan ketidaktergantungan
pada konteks, sehingga pikiran-pikiran atau kalimat-kalimat dan ditafsirkan
atau dipahami tanpa pengetahuan situasi sewaktu kalimat itu ucapkan, atau tanpa
mengetahui situasi yang mendasari maksud atau tujuan penutur.
Dengan bahasa sebagai alat kita dapat merencanakan
sesuatu aksi jauh sebelum aksi itu terjadi. Dengan cara yang sama pikiran dapat
membantu peta-peta kognitif mengarah pada sesuatu yang akan ditempuh untuk
mencari tujuan. Jadi, pada mulanya bahasa dan pikiran muncul bersama-sama untuk mengatur aksi
manusia selanjutnya keduanya saling membantu. Dalam hal ini pikiran memakai
elemen hubungan-hubungan yang dapat digabungkan untuk membimbing aksi yang
sebenarnya sedangkan bahasa menyediakan representasi prosedur-prosedur untuk
melaksanakan aksi itu.
Di samping adanya dua kecakapan yang melibatkan
bahasa, yaitu kecakapan linguistik dan kecakapan komunikasi, teori Bruner ini juga
memperkenalkan adanya kecakapan analisis yang dimiliki oleh manusia yang
berbahasa. Kecakapan analisis inilah yang memungkinkan tercapainya peringkat
abstrak yang berbeda-beda. Misalanya, yang memungkinkan seorang anak beranjak
lebih jauh dari apa yang segera terjadi di hadapannya. Kecakapan analisis ini
jugalah yang memungkinkan seorang untuk mengalihkan perhatian dari yang satu
kepada yang lain atau dari suatu keseluruhan kepada bagian-bagiannya.
Kecakapan analisis ini akan berkembang menjadi lebih
baik dengan pendidikan melalui bahasa
yang formal karena kemampuan analisis ini hanya mungkin dikembangkan setelah
seseorang mempunyai kecakapan yang baik.
Profesor yang sudah lebih 45 tahun menekuni psikologi
kognitif ini menyatakan bahwa belajar dalam bingkai kognitif melibatkan tiga
proses yang bersamaan. Yaitu:
1. Memperoleh informasi baru. Artinya, adanya penghalusan dan
penambahan dari informasi yang dimiliki seseorang sebelumnya.
2. Transformasi informasi. Artinya, cara yang
dilakukan seseorang dalam menerapkan pengetahuan barunya yang sesuai dengan
tugas.
3. Menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Disini adanya
penilaian mengenai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan sudah cocok
dengan tugas yang ada.
Discovery Learning Bruner
Adalah menjadi keharusan bagi siapa saja yang mempelajari
teori kognitif Bruner mengetahui cara belajar discovery learning
(belajar penemuan) yang digagas olehnya. Bagi Bruner, belajar penemuan sesuai
dengan pencarian pengetahuan atau ilmu secara aktif yang dilakukan oleh si
pembelajar atau siswa. Hasilnya, apa yang ditemukan akan memberikan pengetahuan
yang benar-benar bermakna bagi si pembelajar.
Menurut
Bruner, dengan menerapkan cara belajar discovery learning akan
memberikan tiga manfaat besar bagi si pembelajar atau siswa.
1.
Pengetahuan yang diperoleh akan
dapat bertahan lama dan lebih mudah diingat dibandingkan dengan cara
belajar mendengarkan ceramah.
2.
Hasil belajar yang didapat
mempunyai efek transfer yang lebih baik dari hasil belajar lainnya.
3.
Dengan belajar menggunakan metode discovery learning, nalar
si pembelajar akan aktif bekerja dan memiliki peningkatan. Karena si pembelajar
dituntut berpikir secara bebas.
Inilah sekilas mengenai teori belajar kognitif Bruner.
Teori belajar yang mengarahkan kepada kemampuan berpikir. Atau, teori belajar
yang se-tingkat lebih tinggi dari teori belajar stimulus-respon atau yang biasa
disebut dengan behavorisme.
Menurut Bruner (dalam Helena, 2004) bahasa adalah alat yang paling penting
bagi pertumbuhan kognitif anak. Bruner meneliti bagaimana orang dewasa
menggunakan bahasa untuk menjembatani dunia sekitar dengan anak-anak dan
membantu mereka memecahkan masalah. Gagasan Bruner yang lain yang sangat
relevan dan berguna bagi pembelajaran bahasa adalah mengenai format and routine.
Kedua hal ini mengacu pada kebiasaan-kebiasaan yang memungkinkan kegiatan scaffolding
terjadi.
Scaffolding adalah aktivitas guru, baik secara fisik maupun
verbal, yang dilakukan secara rutin sehingga anak menjadi terbiasa dengan
kegiatan atau ungkapan-ungkapan guru waktu pelajaran berlangsung. Jadi, ketika
anak terbiasa dengan pola kegiatan atau bahasa guru, mereka merasa “nyaman” dan
percaya diri dan mereka menjadi siap untuk menerima hal-hal yang baru. Contoh
yang paling menonjol yang diberikan Bruner adalah kebiasaan membaca cerita atau
story reading yang dilakukan orang tua di Amerika kepada anak-anaknya. Tentu
saja, ketika anak bertambah usia, buku cerita yang digunakan juga berubah,
tetapi format kegiatannya masih serupa.
Dalam kegiatan ini, orang dewasalah yang banyak bicara baik ketika membaca
cerita (yang sering diberi ilustrasi gambar-gambar) maupun sambil memberi
pertanyaam atau instruksi kepada anak-anak, seperti “Coba lihat ini… hidungnya
besar, kan?”. Dengan cara ini keterlibatan anak dalam berbicara akan meningkat
pula. Jika orang tua atau guru banyak melakukan pembacaan ceritera, maka guru
akan banyak melakukan pengulangan ungkapan-ungkapan yang semakin lama semakin
canggih yang dipahami oleh siswa. Kegiatan membaca cerita ini ditunjang oleh
orang dewasa agar anak dapat berpartisipasi sesuai dengan tingkat kemampuannya.
Dengan kata lain penggunaan bahasa yang dilakukan secara rutin menjadi
mudah ditebak; anak mudah menebak apa yang dikatakan guru dan anak akan dapat
lebih mudah merespon perkataan guru. Di sini terdapat “ruang” tempat anak dapat
mempraktikkan bahasanya sendiri. Menurut Bruner, kegiatan rutin dan
penyesuaian-penyesuain inilah yang menyediakan tempat bagi perkembangan bahasa
dan kognitif anak.
Ciri khas Teori Pembelajaran Menurut Bruner
1.
Tema
pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini
perlu karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk melihat,
bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan
satu dengan yang lain.
2.
Tema
kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan
terdiri atas penguasaan ketrampilan-ketrampilan yang lebih sederhana yang dapat
mengizinkan seseorang untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih tinggi.
3.
Tema
ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan
intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi
tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah
formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan yang sahih atau tidak.
4.
Tema
keempat adalah tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan
cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1.
2012. Teori Kognitif Bruner di dalam Belajar. Http://www.google.com/teori-kognitif-Bruner-didalam-balajar:online. Diakses tanggal 27 Oktober 2012.
Anonim2. 2012. Dasar Teori Belajar Bruner. Http://www.google.com/Dasar_TEORI-BELAJAR-BRUNER-:online.
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik:
Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen pendidikan nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat.
Jakarta: Balai Pustaka.
Mahmudah. 2012. Psikolinguistik:
Kajian Teoritik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar