Kamis, 15 Maret 2012

Materi Persentase , Teori Bruner


NAMA       :        KARDINA
NIM           :        105104035
KELAS      :        B

BAB III
HUBUNGAN BERBAHASA, BERPIKIR, DAN BERBUDAYA
(TEORI BRUNER)
A.    Profil Jerome Bruner
Bruner memiliki nama asli Jerome Bruner. Kota kelahirannya terletak di New York pada tahun 1915. Ia dikenal publik sebagai tokoh kognitifisme, karena lebih dari 45 tahun, ia mendalami psikologi kognitif. Bagi Amerika dan Inggris, Bruner adalah tokoh reformasi pendidikan karena ia mampu mengubah haluan dari biasa menggunakan teori behavoristik di dalam belajar berubah menjadi kognitif. Bruner juga terkenal sebagai penulis produktif, khususnya ihwal belajar kognitif. Salah satu judul bukunya adalah “The Proses of Education" yang diterbitkan oleh Harvard University Press pada tahun 1960.
Inti terpenting dalam pandangan Bruner mengenai proses belajar adalah, langkah-langkah bagaimana  orang memilih, mempertahankan dan mentransformasi informasi secara aktif. Bruner banyak memberikan pandangan mengenai perkembangan kognitif manusia, bagaimana manusia belajar, atau memperoleh pengetahuan dan mentransformasi pengetahuan. Dasar pemikiran teorinya memandang bahwa manusia sebagai pemproses, pemikir dan pencipta informasi. Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru diluar informasi yang diberikan kepada dirinya. Karena itu, terkenallah teori kognitif Bruner perhatiannya berpusat pada masalah apa yang dilakukan manusia dengan informasi yang diterimanya, dan apa yang akan dilakukannya sesudah memperoleh informasi untuk mendapatkan pemahahaman yang memberikan kemampuan tersendiri baginya.
B.     Teori Jerome Bruner
Berkenaan dengan masalah hubungan bahasa dan pemikiran, Bruner memperkenalkan teori yang disebutnya Teori Instrumental. Menturut teori ini bahasa adalah alat pada manusia untuk mengembangkan dan menyempurnakan pemikir itu. Dengan kata lain, bahasa dapat membantu pemikiran manusia supaya dapat berpikir lebih sistematis. Bruner berpendapat bahwa bahasa dan pemikiran berkembang dari sumber yang sama. Oleh karena itu, keduanya mempunyai bentuk yang serupa. Lalu, karena sumber yang sama dan bentuk yang sangat serupa, maka keduanya dapat saling membantu. Selanjutnya bahasa dan pikiran adalah alat untuk berlakunya aksi.
Dalam bidang pendidikan, implikasi teori Bruner ini sangat besar. Memang dalam hubungan inilah beliau ingin mengembangkan teori ini. Menurut teori ini bahasa sebagai alat pemikiran harus berhubungan langsung dengan perilaku atau aksi, dengan struktur perilaku ini pada peringkat permulaan. Lalu, pada peringkat selanjutnya bahasa ini harus berkembang ke arah suatu bentuk yang melibatkan keeksplisitan yang besar dan ketidaktergantungan pada konteks, sehingga pikiran-pikiran atau kalimat-kalimat dan ditafsirkan atau dipahami tanpa pengetahuan situasi sewaktu kalimat itu ucapkan, atau tanpa mengetahui situasi yang mendasari maksud atau tujuan penutur.
Dengan bahasa sebagai alat kita dapat merencanakan sesuatu aksi jauh sebelum aksi itu terjadi. Dengan cara yang sama pikiran dapat membantu peta-peta kognitif mengarah pada sesuatu yang akan ditempuh untuk mencari tujuan. Jadi, pada mulanya bahasa dan pikiran  muncul bersama-sama untuk mengatur aksi manusia selanjutnya keduanya saling membantu. Dalam hal ini pikiran memakai elemen hubungan-hubungan yang dapat digabungkan untuk membimbing aksi yang sebenarnya sedangkan bahasa menyediakan representasi prosedur-prosedur untuk melaksanakan aksi itu.
Di samping adanya dua kecakapan yang melibatkan bahasa, yaitu kecakapan linguistik dan kecakapan komunikasi, teori Bruner ini juga memperkenalkan adanya kecakapan analisis yang dimiliki oleh manusia yang berbahasa. Kecakapan analisis inilah yang memungkinkan tercapainya peringkat abstrak yang berbeda-beda. Misalanya, yang memungkinkan seorang anak beranjak lebih jauh dari apa yang segera terjadi di hadapannya. Kecakapan analisis ini jugalah yang memungkinkan seorang untuk mengalihkan perhatian dari yang satu kepada yang lain atau dari suatu keseluruhan kepada bagian-bagiannya.
Kecakapan analisis ini akan berkembang menjadi lebih baik  dengan pendidikan melalui bahasa yang formal karena kemampuan analisis ini hanya mungkin dikembangkan setelah seseorang mempunyai kecakapan yang baik.
Profesor yang sudah lebih 45 tahun menekuni psikologi kognitif ini menyatakan bahwa belajar dalam bingkai kognitif melibatkan tiga proses yang bersamaan. Yaitu:
1.       Memperoleh informasi baru. Artinya, adanya penghalusan dan penambahan dari informasi yang dimiliki seseorang sebelumnya.
2.       Transformasi informasi. Artinya, cara yang dilakukan seseorang dalam menerapkan pengetahuan barunya yang sesuai dengan tugas.
3.       Menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Disini adanya penilaian mengenai apakah cara kita memperlakukan pengetahuan sudah cocok dengan tugas yang ada.
Discovery Learning Bruner
Adalah menjadi keharusan bagi siapa saja yang mempelajari teori kognitif Bruner mengetahui cara belajar discovery learning (belajar penemuan) yang digagas olehnya. Bagi Bruner, belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan atau ilmu secara aktif yang dilakukan oleh si pembelajar atau siswa. Hasilnya, apa yang ditemukan akan memberikan pengetahuan yang benar-benar bermakna bagi si pembelajar.
Menurut Bruner, dengan menerapkan cara belajar discovery learning akan memberikan tiga manfaat besar bagi si pembelajar atau siswa.
1.      Pengetahuan yang diperoleh akan dapat bertahan lama dan lebih mudah diingat dibandingkan dengan cara  belajar mendengarkan ceramah.
2.      Hasil belajar yang didapat mempunyai efek transfer yang lebih baik dari hasil belajar lainnya.
3.      Dengan belajar menggunakan metode discovery learning, nalar si pembelajar akan aktif bekerja dan memiliki peningkatan. Karena si pembelajar dituntut berpikir secara bebas.
Inilah sekilas mengenai teori belajar kognitif Bruner. Teori belajar yang mengarahkan kepada kemampuan berpikir. Atau, teori belajar yang se-tingkat lebih tinggi dari teori belajar stimulus-respon atau yang biasa disebut dengan behavorisme.
Menurut Bruner (dalam Helena, 2004) bahasa adalah alat yang paling penting bagi pertumbuhan kognitif anak. Bruner meneliti bagaimana orang dewasa menggunakan bahasa untuk menjembatani dunia sekitar dengan anak-anak dan membantu mereka memecahkan masalah. Gagasan Bruner yang lain yang sangat relevan dan berguna bagi pembelajaran bahasa adalah mengenai format and routine. Kedua hal ini mengacu pada kebiasaan-kebiasaan yang memungkinkan kegiatan scaffolding terjadi.
Scaffolding adalah aktivitas guru, baik secara fisik maupun verbal, yang dilakukan secara rutin sehingga anak menjadi terbiasa dengan kegiatan atau ungkapan-ungkapan guru waktu pelajaran berlangsung. Jadi, ketika anak terbiasa dengan pola kegiatan atau bahasa guru, mereka merasa “nyaman” dan percaya diri dan mereka menjadi siap untuk menerima hal-hal yang baru. Contoh yang paling menonjol yang diberikan Bruner adalah kebiasaan membaca cerita atau story reading yang dilakukan orang tua di Amerika kepada anak-anaknya. Tentu saja, ketika anak bertambah usia, buku cerita yang digunakan juga berubah, tetapi format kegiatannya masih serupa.
Dalam kegiatan ini, orang dewasalah yang banyak bicara baik ketika membaca cerita (yang sering diberi ilustrasi gambar-gambar) maupun sambil memberi pertanyaam atau instruksi kepada anak-anak, seperti “Coba lihat ini… hidungnya besar, kan?”. Dengan cara ini keterlibatan anak dalam berbicara akan meningkat pula. Jika orang tua atau guru banyak melakukan pembacaan ceritera, maka guru akan banyak melakukan pengulangan ungkapan-ungkapan yang semakin lama semakin canggih yang dipahami oleh siswa. Kegiatan membaca cerita ini ditunjang oleh orang dewasa agar anak dapat berpartisipasi sesuai dengan tingkat kemampuannya.
Dengan kata lain penggunaan bahasa yang dilakukan secara rutin menjadi mudah ditebak; anak mudah menebak apa yang dikatakan guru dan anak akan dapat lebih mudah merespon perkataan guru. Di sini terdapat “ruang” tempat anak dapat mempraktikkan bahasanya sendiri. Menurut Bruner, kegiatan rutin dan penyesuaian-penyesuain inilah yang menyediakan tempat bagi perkembangan bahasa dan kognitif anak.
Ciri khas Teori Pembelajaran Menurut Bruner
1.      Tema pertama mengemukakan pentingnya arti struktur pengetahuan. Hal ini perlu karena dengan struktur pengetahuan kita menolong siswa untuk melihat, bagaimana fakta-fakta yang kelihatannya tidak ada hubungan, dapat dihubungkan satu dengan yang lain.
2.      Tema kedua adalah tentang kesiapan untuk belajar. Menurut Bruner kesiapan terdiri atas penguasaan ketrampilan-ketrampilan yang lebih sederhana yang dapat mengizinkan seseorang untuk mencapai kerampilan-ketrampilan yang lebih tinggi.
3.      Tema ketiga adalah menekankan nilai intuisi dalam proses pendidikan. Dengan intuisi, teknik-teknik intelektual untuk sampai pada formulasi-formulasi tentatif tanpa melalui langkah-langkah analitis untuk mengetahui apakah formulasi-formulasi itu merupakan kesimpulan yang sahih atau tidak.
4.      Tema keempat adalah tentang motivasi atau keingianan untuk belajar dan cara-cara yang tersedia pada para guru untuk merangsang motivasi itu.




DAFTAR PUSTAKA
Anonim1. 2012. Teori Kognitif Bruner di dalam Belajar. Http://www.google.com/teori-kognitif-Bruner-didalam-balajar:online. Diakses tanggal 27 Oktober 2012.
Anonim2. 2012. Dasar Teori Belajar Bruner. Http://www.google.com/Dasar_TEORI-BELAJAR-BRUNER-:online.
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik: Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.
Departemen pendidikan nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Balai Pustaka.  
Mahmudah. 2012. Psikolinguistik: Kajian Teoritik.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar