Secara
neurobiologis, otak manusia terdiri atas miliaran sel saraf atau neuron yang
menyebar ke keseluruhan otak manusia. Seperti yang dikemukakan oleh seorang
neurolog, Gerald Edelman, pemenang hadiah nobel, dibutuhkan lebih dari 32 juta
tahun untuk menghitung semua sinaps di dalam otak manusia dengan kecepatan satu
sinaps perdetik. Jika dipusatkan perhatian pada kemungkinan jumlah hubungan
saraf di dalam otak, maka didapati jumlah yang sangat menakjubkan yaitu 10
diikuti sejuta angka nol. Setiap saraf otak itu saling berhubungan dan
berkomunikasi melalui satu hubungan atau lebih (Restak, 2004: 5).
Bahasa
adalah media manusia berpikir secara abstrak yang memungkinkan objek-objek
faktual ditransformasikan menjadi simbol-simbol abstrak. Dengan adanya
transformasi ini maka manusia dapat berpikir mengenai tentang sebuah objek,
meskipun objek itu tidak terinderakan saat proses berpikir itu dilakukan
olehnya (Surya Sumantri, 1998).
Menurut
saya, otak dan bahasa sebagai sumber komunikasi. Keduanya mempunyai kaitan yang
erat dalam proses komunikasi. Tidak ada satu peristiwa komunikasi pun yang
tidak melibatkan otak dan bahasa. Apabila terjadi kerusakan pada otak, berbagai
gangguan akan terjadi. Gangguan-gangguan tersebut tentu saja berkaitan dengan
bahasa dan komunikasi, seperti gangguan berbahasa, gangguan berbicara, dan
gangguan komunikasi.
Untuk
mengetahui kaitan fungsi otak terhadap bahasa dan komunikasi, pada makalah ini
akan dijelaskan mengenai pengaruh Kerusakan Otak terhadap Bahasa dan
Komunikasi, yang dikenal dengan gangguan berbahasa dan Hal-hal yang Terjadi
pada Bahasa dan Komunikasi setelah Terjadi Kerusakan Di Dalam Otak.
Pembahasan
Berbahasa
berarti berkomunikasi dengan menggunakan suatu bahasa. Anak-anak yang lahir
dengan alat artikulasi dan auditori yang normal akan dapat mendengar kata-kata
melalui telinganya dengan baik dan juga akan dapat menirukan kata-kata itu.
Untuk dapat berbahasa diperlukan kemampuan mengeluarkan kata-kata. Ini berarti,
daerah Broca (gudang tempat menyimpan sandi ekspresi kata-kata dalam
otak) harus berfungsi dengan baik. Kerusakan pada daerah tersebut dan
sekitarnya menyebabkanterjadinya gangguan bahasa yang disebut afasia.
Gangguan Berbahasa
a.
Afasia
Afasia
adalah istilah umum yang digunakan untuk mengacu pada gangguan berbicara karena
kerusakan otak. Penyakit yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah,
tersumbatnya pembuluh darah, atau kurangnya oksigen pada otak dinamakan stroke.
Gangguan bicara yang disebabkan oleh stroke dinamakan afasia (aphasia)
(Soenjono Dardjowidjojo, 2003:214). Kerusakan dapat berasal dari dalam otak
misalnya perdarahan bagian otak atau karena tumor; atau dari luar misalnya luka
di kepala. Gejala-gejala penderita afasia sangat bervariasi dari pasien satu
dengan pasien yang lain, baik dalam hal jenis dan kerumitannya.
Afasia adalah gangguan fungsi bicara pada seseorang akibat kelainan otak. Orang yang menderita afasia tidak mampu mengerti
maupun menggunakan bahasa lisan. Penyakit
afasia biasanya berkembang cepat sebagai akibat dari luka pada kepala atau stroke, tetapi juga dapat berkembang secara
lambat karena tumor otak, infeksi, atau dementia. Evaluasi medis dari penyakit ini dapat dilaksanakan
oleh ahli penyakit saraf hingga ahli patologi bahasa.
Afasia: Gejala-gejala
dan Sumber
Hal
umum untuk menandai gejala-gejala afasia yaitu dalam hal cara pengungkapan,
bahwa mereka menunjukkan aspek-aspek bervariasi dalam produksi bahasa. Beberapa
penderita afasia menghasilkan sedikit bahasa, menunjukkan kesulitan-kesulitan
dalam mendeskripsikan atau mendiskusikan sesuatu, yang seharusnya mereka
ketahui dengan baik. Bahasa-bahasa atau ujaran mereka sering tidak lancar,
produksi bahasanya lambat, dengan banyak berhenti dan dengan usaha-usaha yang
sungguh berat. Mereka sering membuat kesalahan pengucapan, mengganti
bunyi-bunyi dengan bunyi yang tidak sesuai, kadang-kadang dengan pola yang
tidak sesuai.
Ada
pula penderita afasia yang lancar dalam berbicara, dan bentuk sintaksinya juga
cukup baik. Hanya saja, kalimat-kalimatnya sukar dimengerti karena banyak kata
yang tidak cocok maknanya dengan kata-kata lain sebelum dan sesudahnya.
Hal ini disebabkan karena penderita afasia ini
sering keliru dalam memilih kata, misalnya kata fair digantikan
dengan kata chair, carrot dengan cabbage,
dan seterusnya. Ada pula penderita afasia yang mengalami gangguan dalam
komprehensif lisan. Dia tidak mudah dapat memahami apa yang kita katakan.
Selain itu masih banyak gejala lainnya.
Afasia dan Otak
Masalah-masalah
yang berkaitan dengan afasia adalah masalah-masalah yang berkaitan dengan otak.
Afasia merupakan penyakit bertutur yang diakibatkan oleh kerusakan atau
penyakit pada otak. Afasia menyangkut hubungan di antara bagian-bagian otak
yang rusak dengan komponen-komponen bahasa yang normal. Afasia dapat
berpengaruh terhadap fungsi dan produksi bahasa secara alamiah menjadi tidak
normal. Dapat dikatakan bahwa kerusakan bahasa disebabkan oleh kerusakan otak.
Apabila hubungan ini diketahui maka pengobatan atau penanganannya pun akan
lebih mudah dilakukan.
Afasia Motorik
Afasia motorik disebabkan oleh kerusakan pada lapisan
permukaan (lesikortikal) daerah Broca atau pada lapisan di bawah permukaan
(lesi subkortikal) daerah Broca atau juga di daerah otak antara daerah broca
dan daerah Wernicke (lesi transkortikal) (Chaer, 2002: 157).
Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam
mengkoordinasikan atau menyusun pikiran, perasaan dan kemauan menjadi simbol
yang bermakna dan dimengerti oleh orang lain. Bicara lisan tidak lancar,
terputus-putus dan sering ucapannya tidak dimengerti orang lain. Apabila
bertutur kalimatnya pendek-pendek dan monoton. Seorang dengan kelainan ini
mengerti dan dapat menginterpretasikan rangsangan yang diterimanya, hanya untuk
mengekspresikannya mengalami kesulitan. Jenis afasia ini juga dialami dalam
menuangkan ke bentuk tulisan. Jenis ini disebut dengan disgraphia (agraphia).
Afasia motorik terbagi tiga, yaitu:
-
Afasia Motorik
Kortikal
Afasia Motorik Kortikal berarti hilangnya kemampuan
untuk mengutarakan isi pikiran dengan menggunakan perkataaan. Penderita masih
mengerti bahasa lisan dan bahasa tulis. Namun, ekspresi verbal tidak bisa sama
sekali; bahasa tulis dan bahasa isyarat masih bisa dilakukan.
-
Afasia Motorik
Subkortikal
Penderita Afasia Motorik Subkortikal tidak dapat
mengeluarkan isi pikiran menggunakan perkataan; masih bisa mengeluarkan
perkataan dengan cara membeo. Pengertian bahasa verbal dan visual tidak
terganggu, dan ekspresi visual pun normal.
-
Afasia Motorik
Transkortikal
Afasia Motorik Transkortikal terjadi karena
terganggunya hubungan antara daerah Broca dan Wernicke. Hubungan langsung
antara pengertian dan ekspresi bahasa terganggu. Penderita Afasia Motorik
Transkortikal dapat mengutarakan perkataan singkat dan tepat; masih
menggunakan perkataan penggantinya.
c.
Afasia Sensorik
Penyebab
terjadinya afasia sensorik adalah akibat adanya kerusakan pada lesikortikal di
daerah Wernicke pada hemisferium yang dominan. Kerusakan di daerah ini menyebabkan
kehilangan pengertian bahasa lisan dan bahasa tulis (Chaer, 2002: 158).
Kelainan ini ditandai dengan kesulitan dalam memberikan makna rangsangan
yang diterimanya . Bicara spontan biasanya lancar hanya kadang-kadang kurang
relevan dengan situasi pembicaraan atau konteks komunikasi. Namun, penderita
masih memiliki curah verbal meskipun hal itu tidak dipahami oleh dirinya
sendiri maupun orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar