Kamis, 03 Mei 2012

Ismi Kurnia Dewi Istiani (105 104 033)


Teori Lateralisasi
Satu teori yang dapat ditarik secara jelas adalah bahwa belahan korteks dominan (hemisfer kiri) bertanggung jawab untuk mengatur penyimpanan pemahaman dan produksi bahasa alamiah disebut lateralisasi (Lateralization). Beberapa eksperimen yang pernah dilakukan untuk menyokong teori lateralisasi ini.

a. Tes Menyimak Rangkap (Dichotic Listening)
Diperkenalkan oleh Broadbent (1954), lalu banyak dilakukan oleh kimura (1963,1964) dan Ling (1969). Tes ini didasarkan pada teori bahwa hemisfer kiri menguasai kerja anggota tubuh sebelah kanan, dan hemisfer kanan menguasai kerja anggota tubuh bagian kiri.

b. Tes Stimulus Elektris (Electrical Stimulation Of Brain)

Tes ini di stimuluskan dengan listrik melalui thalamus lateral kiri sehingga menimbulkan anomia, dimasa subjek yang diteliti tidak dapat menyebabkan nama benda yang ada didepannya, meskipun dia masih lancar bercakap-cakap.
Tes stimulus elektris ini pertama kali dilakukan oleh Penfield dan Rasmussen (1951), lalu oleh Penfield dan Robert (1959) menemukan bahwa stimulus elektris pada korteks sebelah kiri telah menyebabkan si pasien kehilangan kemampuan untuk berbicara, sedangkan stimulus yang sama pada korteks sebelah kanan tidak mengganggu kemampuan berbicara si pasien. Tes yang terakhir dilakukan oleh Ojeman dan Ward (1971).

c. Tes Grafik Kegiatan Elektris (Elektris-Encephalo-Graphy)
Tes ini dilakukan untuk mengetahui adakah aliran listrik pada otak apabila seorang sedang bercakap-cakap dan kalau ada bagian manakah yang giat mendapatkan aliran listrik ini. Tes ini pertama kali dikenalkan oleh Schafer (1967) dan yang pertama kali menggunakan adalah Whitaker (1971). Namun, yang pertama kali melaporkan telah merekam grafik kegiatan elektris itu adalah Mc. Adam dan Whitaker.

d. Tes Wada (Tes Amysal)

Tes wada ini pertama kali diperkenalkan oleh pakar jepang bernama J. Wada (1959). Dalam tes ini obat sodium amysal diinjeksikan kedalam system peredaran salah satu otak.

e. Teknik Fisiologi Langsung (Direct Physikological Tecnhnique)
Teknik ini telah dilakukan oleh Cohn, (1971). Teknik fisiologi langsung ini merekam secara langsung getaran-getaran elektris pada otak dengan cara electro-ecephalo-grapky.

f. Teknik Belah-Dua Otak (Bisected Brain Technique)

Teknik ini kedua hemisfer sengaja dipisahkan dengan memotong korpus kalosum sehingga kedua hemisfer itu tidak mempunyai hubungan (Gazzaniga, 1970 dalam simajuntak, 1990).

Masnah _ 105104040


Fungsi Kebahasaan Otak
Sudah dikemukakan bahwa kedua hemisfer otak mempunyai peranan yang berbeda bagi fungsi kortikal. Fungsi bicara bahasa dipusatkan pada hemisfer kiri bagi orang yang tidak kidal. Hemisfer kiri ini disebut juga hemisfer dominan bagi bahasa, dan korteksnya disebut korteks bahasa. Hemisfer dominan atau superior secara morfologis memang agak berbeda dari hermifes yang tidak dominan atau inferior. Hemisfer dominan lebih berat, lebih besar girusnya dan lebih panjang. Hemisfer kiri terutama mempunyai arti penting bagi bicara/bahasa, juga berperan untuk fungsi memori yang bersifat verbal. Sebaliknya, hemisfer kanan penting untuk emosi, lagu isyarat (gesture), baik yang emosional atau verbal.
Hemisfer kiri memang dominan untuk fungsi bicara bahasa, tetapi tanpa aktifitas hemisfer kanan, maka pembicaraan seseorang akan menjadi monoton, tidak ada prosodi, tidak ada lagu kalimat, tanpa menampakkan adanya emosi, dan tanpa disertai isyarat-isyarat bahasa.

FUNGSI WILAYAH OTAK

 
Pada tahun 1848 Phineas Gage, seorang pekerja jalan kereta api di Negara bagian Vermount Amerika Serikat, akibat ledakan bagian depan kepalanya terkena lemparan balok bantalan rel, dan mencederainya (Fromkin and Rodman, 1974). Saat dikabarkan, Gage yang terkena lemparan balok itu tidak akan sembuh. Namun, ternyata sebulan kemudian sembuh, dan dapat bekerja kembali, dan tidak terdapat kerusakan pada indera penglihatan maupun pengucapannya, dia tetap dapat berbicara dengan lancar. Berdasarkan peristiwa yang dialami Phineas Gage ini dapat disimpulkan bahwa daerah kemampuan berbahasa tidak terletak di bagian depan otak.
Pada tahun 1861, seorang ahli bedah Prancis, Paul Broca menemukan seorang pasien yang tidak dapat berbicara, hanya dapat mengucapkan “tantan”. Kemudian setelah pasien itu meninggal dan dibedah kemudian ditemukan kerusakan otak di daerah frontal, yang kemudian daerah itu disebut daerah Broca, sesuai dengan nama penemu. Jadi, kerusakan pada daerah Broca itu, menyebabkan seseorang mendapatkan  kesulitan dalam mendapatkan ujaran. Broca juga melaporkan bahwa kerusakan pada daerah yang sama pada hemisfer kanan tidak menimbulkan pengaruh yang sama, artinya, pasien yang mendapat kerusakan yang sama pada hemisfer kanan tetap dapat menghasilkan ujaran normal. Penmuan ini menjadi dasar teori bahwa kemampuan bahasa terletak di belahan atau hemisfer kiri otak, dan daerah Broca berperanan penting dalam proses atau perwujudan bahasa.
Pada tahun 1873 seorang dokter Jerman, Carl Wernicke menemukan kasus pasien yang mempunyai kelainan wicara, yakni tidak mengerti maksud pembicaraan orang lain, tetapi masih dapat berbicara sekadarnya. Penyebabnya, menurut Wernicke, setelah dibedah, terdapat kerusakan otak pada bagian belakang (temporalis), yang kemudian disebut daerah Wernicke, sesuai dengan namanya sebagai penemu. Berdasarkan temuan itu diakui bahwa daerah Wernicke berperan penting dalam pemahaman ujaran. Penemuan ini memperkuat teori bahwa letak kemampuan bahasa di belahan kiri otak.
Satu daerah lagi yang terlibat dalam proses ujaran adalah daerah korteks ujaran superior atau daerah motor suplementer. Bukti bahwa daerah itu dilibatkan  dalam artikulasi fisik berasal dari ahli bedah saraf, Penfield dan Robert, yang melakukan penelitian dengan teknik ESB (Electrical Stimulation of  Brain) (Yale 1985:126, Simanjutak, 1990:29). Dengan bantuan arus listrik keduanya dapat mengidentifikasikan daerah-daerah otak yang dipengaruhi rangsangan listrik. Daerah-daerah yang terkena rangsangan listrik itu mempengaruhi hasil ujaran secara normal. Karena daerah motor suplementer itu berdekatan dengan celah yang digunakan untuk mengendalikan gerak fisik, yakni menggerakkan tangan, kaki, lengan, dan lain-lain, daerah itu juga mengendalikan penghasilan ujaran.
Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa ujaran didengar dan dipahami melalui daerah Wernicke pada hemisfer kiri, lalu isyarat ujaran itu dipindahkan ke daerah Broca untuk menghasilkan  balasan ujaran itu. Kemudian sebuah isyarat tanggapan ujaran itu dikirimkan ke dalam motor suplementer untuk menghasilkan ujaran secar fisik. Hasil penelitian tentang kerusakn otak oleh Broca dan Wernicke serta penelitian Penfield dan Robert mengarah pada kesimpulan bahwa hemisfer kiri dilibatkan dalam hubungannya dengan fungsi bahasa. Krashen (1977) mengemukakan lima alasan yang mendasari kesimpulan itu. Kelima alasan itu adalah sebagai berikut:
1.    Hilangnya kemampuan berbahasa akibat kerusakan otak lebih sering disebabkan oleh kerusakan jaringan saraf herisfer kiri daripada hemisfer kanan.
2.    Ketika hemisfer kiri dianastesia kemampuan berbahasa menjadi hilang, tetapi ketika hemisfer kanan dianastesia kemampuan berbahasa itu tetap ada.
3.    Sewaktu bersaing dalam menerima masukan bahwa secara bersamaan dalam tes dikotik, ternyata telinga kanan lebih unggul dalam ketepatan dan kecepatan pemahaman daripada telinga kiri. Keunggulan telinga kanan itu karena hubungan antara telinga kanan dan hemisfer kiri lebih baik daripada hubungan telinga kiri dengan hemisfer kanan.
4.    Ketika materi bahasa diberikan melalui penglihatan mata kanan dan mata kiri, maka  ternyata penglihatan kanan lebih cepat dan lebih tepat dalam menangkap materi bahasa itu daripada penglihatan kiri. Keunggulan penglihatan kanan itu karenahubungan antara penglihatan  kanan dan hemisfer kiri lebih baik daripada hubungan penglihatan kiri dan hemisfer kanan.
5.    Pada waktu melakukan kegiatan berbahasa baik secara terbuka maupun tertutup, hemisfer kiri menunjukkan kegiata elektris lebih hebat daripada hemisfer kanan. Hal ini diketahui melalui analisis gelombang otak. Hemisfer yang lebih aktif lebih sedikit dalam menghasilkan gelombang alpha.

Kesalingketergatungan Kedua Hemisfer dalam Fungsi Bahasa

Mungkin orang awam tidak pernah berpikir tentang adanya perbedaan fungsi kedua belahan (hemisfer) otak. Bahkan, mungkin ada yang tidak yakin kalau otak manusia terbagi menjadi dua sisi atau hemisfer. Mungkin lebih membingungkan lagiketika mereka mendengar  adanya dominasi sisi (hemisfer) otak tertentu dalam fungsi bahasa seseorang. Kebingungan ini cukup beralasan karena ketika mereka menggunakan bahasa, mereka tidak pernah tahu atau tidak bisa membedakan hemisfer mana yang melakukan peran bahasa. Mereka berkomunikasi dengan menggunakan alat-alat ujar (organ of speech) secara spontan dikendalikan oleh otak mereka. Bisa dipastikan bahwa dalam pikiran mereka hanya satu otak yang mengendalikan bahasa yang mereka ujarkan.
Kajian untuk mengetahui fungsi bahasa hemisfer itu masing-masing sudah cukup banyak dilakukan, tetapi sampai sekarang belum ada keseragaman pendapat. Dengan kata lain, keterlibatan hemisfer tertentu dalam fungsi bahasa otak masih menyimpan kontroversi. Ada yang mengatakan bahwa fungsi bahasa yang dikendalikan oleh hemisfer kiri, tetapi ada juga mengatakan bahwa peran hemisfer kanan dalam pemrosesan bahasa tidak dapat disepelekan. Bahkan, secara eksplisit ada yang menyatakan bahwa kedua hemisfer (hemisfer kiri dan kanan) melakukan fungsi bahasa secara bersamaan atau bilateral.
Beberapa ahli bahasa tidak mau ketinggalan berbicara mengenai peran bahasa hemisfer otak. Parera (1993:51) mencatat bahwa hemisfer kanan melakukan peran khusus dalam mengenali music dan pola-pola visual yang kompleks, sedangkan hemisfer kiri mengendalikan kemampuan analitis, matematika, dan kemampuan berbahasa. Pandangan ini memperlihatkan adanya perbedaan fungsi kedua hemisfer secara tajam. Misalnya, yang memiliki kapasitas bahasa hanyalah hemisfer kiri, bukan hemisfer lain. Dalam konteks yang sama, Chaer (2003:120) memberikan klarifikasi mengenai fungsi bahasa hemisfer. Menurut Chaer, meskipun hemisfer kiri lebih dominan dalam fungsi bahasa atau ujaran, kalau hemisfer kanan tidak ikut terlibat, ujaran seseorang cenderung monoton, tidak prosodic, tidak bernuansa emosi, dan miskin akan isyarat berbahasa. Dari ungkapan Chaer tersebut terlihat bahwa pelibatan hanya salah satu hemisfer dalam proses atau aktivitas berbahasa tidak bisa menghasilkan ujaran atau bahasa sempurna yang diperlukan bagi berlangsungnya komunikasi bermakna. Ketidakterlibatan secara bersamaan kedua hemisfer mungkin sebagai salah satu penyebab terjadinya “ketidaknyamanan” komunikasi,terutama yang dirasakan oleh lawan bicara (pendengar). Chaer lebih condong kepada pandangan bahwa kedua hemisfer secara bersama-sama, minimal saling menyokong, berperan dalam pemrosesan bahasa. Tanpa kerja sama yang harmonis antara kedua hemisfer, kecil kemungkinan terjadinya komunikasi berbahasa yang ideal.